Assalamu`alaikum

Assalamu`alaikum
"Tuhan, aku sadar hidup hanyalah perjalanan sementara, maka izinkanlah aku mengisi waktu yang sementara ini dengan kebaikan & kebahagiaan cinta kasih yang Kau Ridhai. Dan kembali pada Mu dengan segala keberkahan"

Rabu, 26 Oktober 2011

sinopsis cerita 3 thn di asrama


Ternyata 3 tahun itu sebuah waktu yang tidak panjang untuk di isi . Kisah anak asrama itu takan pernah hilang.memory itu akan ter save di hard disc kepala kita.Ternyata 3 tahun itu sebuah waktu yang tidak panjang untuk di isi pelajaran-pelajaran berharga untuk kita. 
            Masih tergambar jelas di ingatan ku,di tengah Ramadhan 2009,di bawah terik matahari, tepat di atas kepala, kami calon mahasiswi-mahasiswi  dan juga calon penghuni penjara suci ,terlihat berdesak-desakan untuk mengambil nomor kamar, bercucuran keringat,menahan lapar & haus,tapi yang paling berat ternyata emosi menghadapi kenyataan untuk jauh dari keluarga. ku pandangi mata-mata sembab pada calon teman-teman seperjuangan ku,yang memeluk para orang tua tercinta yang juga berat melepas putri nya untuk jauh dari sisi mereka.
“Apa anak ku kuat? Apa anak ku akan baik-baik saja? Apa anak ku bisa melewati ini? Dan apakah anak ku sanggup meraih cita-cita . Ya Allah, berilah perlindungan dan kekuatan kepada putri kami untuk menjalani semua ini” .
Sungguh hanya itu yang ada didalam hati dan fikiran orang tua kita semua.Yah, hanya do`a-do`a dan mimpi untuk kebahagiaan kita. Bahkan kebahgiaaan kita berada urutan lebih atas di banding kebahagiaan mereka sendiri. Dan selama tiga tahun ini pula mereka menanti jawaban dari kenyataan.    
            Dan masih dalam moment pertama yang  teringat jelas di fikiran ku, komat-kamit mulut senior mengeluarkan suara menggelegar,membelah fikiran & hati, serta menyadarkan lamunan dan kegalauan hati kita. Memberi latihan lahir-batin yang maximal selama 3 hari berturut-turut. Dari mulai nya terbuka mata untuk sahur sampai tiba waktu berbuka.
Tidak sedikit ku  ingat teman-teman ku yang telat ,permisi,salah sedikit ini,lupa sedikit itu,di beri hukuman yang memalukan. Menjadi pelampiasan emosi senior  yang meledak-ledak membuat ruangan aula itu bergema  atau juga  menjadi  bahan lelucon. yang pasti, saat itu ku rasa kami seprti topeng monyet yang  di kelilingi manusia sambil tertawa lebar sampai terlihat tonsil dan geraham nya. Tapi kita hanya diam seribu bahasa dengan  bermodal wajah lugu, wajah bodoh,wajah minta di kasihani ,wajah teraniaya,semua ada pada kita. dan wajah iblis untuk senior galak, serta wajah  malaikat untuk senior yang baik. Semua ekspresi ada saat itu.
            Walau dendam ,amarah,caci maki terbunkus di dalam hati waktu itu, Tapi tanpa 3 hari itu kenangan indah kita pasti takan lengkap.
            Lain hal nya pembekalan masa PPS yang Cuma 3 hari ,lain juga hal nya dengan pembekalan diri di asrama yang wajib di jalani selama setahun.  Ternyata tiga hari yang mendebarkan hingga membuat berat badan turun  itu, hanya sekedar ucapan Congratulation untuk mengatakan
 “ welcome to dormitory, you must be strong! You must be patient !, and everything will be fine”
Benar-benar langsung mengingat kan ku tentang teori Darwin tentang seleksi alam, siapa yang dapat menyesuaikan diri di lingkungan nya,maka dia yang akan bertahan, dan kepada dia yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat dia berada maka dia  akan punah .
            Benar-benar menjadi  Sebuah awal yang mendebarkan dan menegangkan untuk ditelusuri kelanjutan nya.
            Dan praktikum dari teori pak darwin pun di mulai saat itu. Apa masih terekam di telinga kalian jeritan yang berbunyi :
“DDDDDDEEEEEEEEEEEEEKKKKKKKKKKKKKKKKKKKK VVVIIIISSSSIIIITTTTT DI LOBI SEKARANG......!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! “
Yang kita dengar setiap malam , dan harus kita patuhi setiap saat. Atau ada yang lain seperti,
“KUMPUL  DI LOBI SEKARANG DEEEKKKKKKKKKK!!!!!! PAKE BAJU CANTEEEEKKKKKK>>>>!!!!!!!”
Dan permainan pun akan di mulai setiap malam minggu,bahkan sampai pergantian hari pun, di kala kuntil anak mau pergi kencan,kita beum juga di bebaskan dari perkara-perkara yang gak jelas asal nya.
            Yyaa,itu lah permainan setiap malam minggu,permainan yang menyenangkan bagi senior, dan menderita bagi junior., yang tak salah menjadi salah ,yang sebenarnya wajar di anggap fatal, dan hukum senior pun berlaku  “pasal 1 : senior tidak pernah salah., Pasal 2 : jika senior salah lihat pasal 1”, benar-benar mendiskriminasi. Dan sudah kita lewati selama 1 tahun itu.
            Dimana masa nya kita harus terus memasang wajah lugu gak jelas, menahan diri untuk tidak menunjukan sifat asli yang pemarah,pembangkak,pengacau,pengkritik, yang preman ,atau petinju sekalipun, kita harus menutupi nya di depan senior semua harus berperan menjadi malaikat  salama setahun itu. Atau yang pecinta lelaki,yang gemar pacaran,yang suka berdandan,bergaya, yang hobby jalan2, semua juga akan menjadi anak rumahan yang berdiam diri tanpa keluar selama 1 semester.
 Yang pemalas harus menjadi rajin,karena tuntutan membersih kan asrama setelah sholat subuh,yang gampang lelah harus menjadi kuat 24 jam, kebersihan pagi,pulang istirahat siang, pulang kuliah sore, atau seperlunya kaka`an jika ingin melihat koridor nya bersih walaupun mereka yang mengotori,lagi-lagi kita jadi kambing hitam nya, dan tak lupa memberi cendera mata 1 set titipan mangkok katering dan djerigen air minum untuk di ambilkan. Itu lah mereka,sambil menyelam dapat mutiara pula,karena kalo minum air pasti tidak enak rasa nya, tapi bagi kita sudah jatuh tertimpa tangga, di tabrak becak, kena cipratan lumpur. Lengkap penderitaan.
            Dan untuk beberapa orang Yang sedikit punya keberanian untuk menunjukan sifat asli atau mengungkapkan ekspresi nya,jika di anggap salah dengan kaka`an akan di undang ke kamar para senior untuk DUGEM (duduk gemetar), dan bonus semburan peringatan tegas, jelas,padat tapi tak singkat,tak lupa juga dengan embel-embel format & askeb sebagi oleh-oleh.
            Tapi ada hal nya yang selamat,ini lah yang akan selamat di mana pun dia berada,yang gemar beribadah,dan yang gemar belajar, kegiatan itu tidak akan pernah di salah,walapun akan tetap merasakan juga  imbas nya sekalipun dari kesalahan teman.
            Itu lah cerita Asrama kita di tingkat 1,yang penuh pelajaran dan ujian,dan kita yang sekrang masih di sini, di nyatakan LULUS untuk season pertama.

            Jika dulu begitu berat di jalani,tapi tanpa cerita itu semua tidak akan ada kita yang sekarang. Walau nyata nya semua itu adalah pembelajarn yang sangat mahal untuk kita. Pembelajaran untuk menghargai orang lain, meniti sifat sabar, menanggalkan status anak mama-anak papa-anak manja, putri orang kaya, putri orang ohebat, semua sama. Semua harus memegang sapu untuk mebersih kan asrama ,semua harus menggosok dan membersihkan  toilet asrama.   semua dari Kita harus  belajar memahami perbedaan dan menghargai kebersamaan, teman salah hajab lah aku, aku salah hajab juga lah teman ku. dia lupa, aku yg ingatkan ,aku lupa, tolong d ingat kan. Air ku-air mu, air mu-air ku. Makanan ku-makanan mu,makanan mu-makanan ku. satu piring berdua boleh, satu piring ber empat boleh juga,  teman sakit-aku yang rawat, aku sakit-teman yang rawat .
Kehangatan yang tidak sama dengan kehangatan di rumah, pembelajaran yang berbeda dari mata pelajaran apa pun, di sekolah mana pun.
            Tapi Semua tergantung kita,  bisa kah kita baik dengan orang lain? Bisa kah kita berusaha menjaga perasaan dan menghargai orang lain? Mau kah kita belajar dari sebuah perbedaan dan perselisihan? . itu semua datang dari kita dan akan kembali pada kita, dari orang yang sama, atau dari orang yang berbeda.Dan pembelajaran itu  yang nanti nya akan menjadi modal untuk hidup kita.
            Dan setahun yang lalu kita baru melewati tingkat 2, yang berganti judul, “hebat nya menjadi senior” .Walaupun semakin lama ajaran didikan otodidak kepada junior yang sudah di wariskan dari leluhur semakin terhapuskan. Tetap saja menjadi senior itu adalah impian kita semua, tak ada yang berani mengajak dugem lagi, ataupun pelajaran2 berharga lain nya yang ad di masa itu.
            Tapi Sekarang berbeda . kita yang mencari pelajaran sendiri, yahh, pelajaran hidup untuk  belajar menyesuaikan diri, belajar menjaga diri,  Bagaimana kita tetap bertahan disini, berusaha mati-matian melawan godaan negative kota metropolitan, yang selalu terbayang di fikiran  kita utuk mencoba nya.
             Mengikuti trend penampilan ala gadis metropolis ,misalnya saja trend rambut,rambut  poni,rambut curly,gaya layer dengan poni samping,model mohawks, half, atau ikutin lady gaga, taylor swift. Atau trend cara berpakaian yang sebelum nya belum kita lihat,tapi karena di anggap keren dan modis kita mencoba. Atau cara pergaulan yang bisa menghempaskan kita ke black hole karena ingin gaul. dan dgn di dukung, ada nya perasaan besar untuk mencoba hal baru, kita berjalan tak tentu arah, yang awal nya terarah untuk tujuan sekolah,hanya karena satu pilihan yang tak bisa kita jaga langkah nya. Kita benar-benar masuk ke dalam black hole.  
            Tiap orang tua kita pasti tidak pernah melarang kita untuk mencoba hal baru,melihat hal yang sebelum nya tidak pernah kita lihat,yang tak pernah kita coba di tempat asal kita dulu,khusus nya bagi kita yang mungkin sedang berada di kota lain yang metropolitan. Tapi bukan kah baik nya kita mencoba sesuatu yang menghasilkan sesuatu yang baik pula,sesuatu yang dapat kita pertanggung jawabkan,yang sesuai kemampuan & kebutuhan kita,& yang masih di terima sesuai tradisi asal kita.  Dari segi penampilan, pergaulan , dan hal-hal yang ingin kita tau lain nya. Yang dengan hal-hal baru itu, kita takan merugikan diri sendiri,orang lain,terlebih orang tua kita. 
            Bukan kah salah satu hal yang paling utama membuat kita mampu bertahan di sini & mampu melewati setahun yang berat lalu,karena menghargai pilihan orang tua kita, wajah yang selalu terbayang di depan mata di mana kita sedih, di mana tak ada teman yang mengerti keadaan kita, Orang tua yang selalu punya do`a untuk kita,yang walaupun di sini kita lebih mengetahui kegiatan harian sang pacar di tiap jam nya,di banding kan kegiatan orang tua kita yg menghabiskan waktu nya mencari rizky. orang tua yang selalu kita telfon untuk di mintai kiriman tiap bulan. Orang tua yang no Hp nya saja kita kadang lupa di banding dengan no Hp si abang. Padahal si abang sudah ganti nomor 8 kali.
              Tak terbayang kan kalau kita di posisi mereka, mungkin tak ku beri uang jajan selama satahun anak ku. tapi nyata nya orang tua memiliki kelemahan yang mulia,kelemahan untuk selalu memaafkan anak nya dan untuk selalu memaklumi anak nya. Semoga Allah selalu memberi Kebahagiaan pada Tiap-tiap orang tua kita, Amin.
            Dan akhir nya berlalu juga 2 tahun itu, ini lah setahun terkahir yang menentukan kita teman-teman,para saudari-saudari ku, yang telah menjadi sebuah pelajaran yang selalu hidup di keseharian ku selama hampir 3 tahun ini .


             apa tidak sebaik nya tahun terkahir ini kita awali dengan rasa saling mengerti dan menghargai, sehingga kita menjalani dengan ribuan kesan baik dan perselisihan yang sedikit, tak kan ada seseorang yang berhati putih & bersih layak nya seperti malaikat,jika selama dia masih mengenal emosi dan ego. Takan bisa kita hindari perselisihan ,permusuhan,persaingan,dendam,salah faham,kata yang menyinggung, dan keburukan lain nya. Tapi kita mampu meminimalkan keberadaan nya,mengurangi jumlah nya. Setidak nya dan walaupun hanya untuk satu waktu ini , waktu terakhir untuk kita semua, yang satu sama lain sudah mengisi keseharian kita selama hampir 3 tahun yang akhir nya nanti, juga akan kita temui perpisahan. Berpisah dengan orang yang kita melihat wajah nya saja darah sudah mendidih, mulut di gembok dan di pagar untuk tidak keluar berbagai macam makian dari sarang nya. Dan walaupun nyata nya si pembuat onar bai kita telah memberi kita pelajaran barharga bagi kita. Kenapa demikian baik nya si nakal itu ?
Karena di luar nanti, ketika kita harus menghadapi dunia luar, dunia yang menuntut kita menjadi seorang yang matang, kita akan menemukan berbagai macam hal, berhadapan dengan berbagai karakter yang berbeda-beda, yang bahkan lebih menjengkelkan dari orang yang kita benci sekarang. Dan benar-benar tidak mudah untuk menaklukan serangan pasangan Tn.Emosi dan Ny.Ego . Tapi kelas pembelajaran yang waktu nya tinggal sedikit ini memberikan kita try out untuk melatih diri.
            Apakah tidak lebih baik, untuk kita nanti berpisah dengan perasaan haru tanpa dendam ? karena Tidak ada suatu hal yang lebih indah dari sebuah hubungan yang di dasari ketulusan hati. Dan jika nanti tiba waktu nya bagi kita untuk tidak tinggal di satu atap. hati kita bukan merasakan puas karena bebas dari penjara suci,puas krn bebas dari orang-orang yang mebuat kita emosi, bebas dari peraturan yang mengekang.
            Tapi sebaliknya, ketika kita selesai, kita merasakn kepuasan yang lebih bermakna & berharga, kita puas dengan pelajaran hidup yang kita dapat,puas karena bisa mengenal orang lain yang bisa menjadi keluarga bagi kita, puas telah berhasil menjalin hubungan baik dengan berbagai karakter . puas dengan segala pengalaman yang akan menjadi sebuah memory masa –masa kuliah.
             Beberapa bulan ini tidak akan terasa lama lagi dengan segala kegiatan yang ada. kesibukan untuk menyelesaikan tugas akhir, semua akan sibuk dengan tanggung jawab masing-masing . di tahun-tahun berikut nya,takan pernah lagi kita rasakan, kepanikan yang terjadi di asrama, ketika dosen mulai rajia barang2 bawaan.
            takan kita jumpa yang Mr yang paling di takuti yaitu Mr.kondute. takan ada yang menyiksa mu di hari ultah mu dan memberi 1 kado special yang mewakili beberapa orang, takan kita dengar lagi suara gaduh di koridor jika ada yang kejar-kejaran. suara gaduh di loby TV ketika menjadi supporter bola,dan kemudian pegawai ruangan ICU RS menelpon Umi asrama untuk tidak ribut karena menggangu ketenangan pasien.
             Tidak kita rasakan lagi sebuah tempat tinggal yang di setiap sisi nya, selalu berpenghuni, tak ada nama nya kesendirian, tidak ada lagi prinsip makananmu-makananku,makananku-makananmu. Tidak kita rasakan lagi suasana mandi yang serasa mandi di kali. walau kedengaran dari jauh seperti suara pasar yang ditengah hujan deras.
             Wajah-wajah yang kita hafal mati bentuk nya, karena “setiap waktu melihat wajah yang sama. Bangun tidur lihat wajah mu,mau tidur lihat wajah mu, mau mandi,mau makan,mau pergi kuliah,pulang kuliah, kapan pun lihat wajah mu” sampai-sampai yang sering muncul di mimpi wajah mu juga. Tapi ,selang beberapa saat lagi tidak ada lagi wajah mu.
            Itu lah kisah di stiap tahun yang kita habiskan, dalam kebersamaan, di tempat yang sama. Jika dulu orang tua kita bertanya sanggup kah kita bertahan untuk menjalanipembelajaran ini sampai tuntas?, itu akan terjawab sebentar lagi. Dan satu hal yang haru kita lakukan untuk kesempatan terakhir yang menetukan perjuangan kita tiga tahun disini, menjaga diri untuk tetap ingat pesan Mereka & Menyelesaikan tugas sesuai waktu.

            Dan jawaban yang di nanti orang tua kita sedikit lagi akan terlihat kenyataan nya.
 Yah, orang tua Yang selalu menanam harapan pada putri nya disini. Hati orang tua sebenar nya mudah di baca, orang tua mana pun ingin yang terbaik untuk anak nya, walaupun hal itu tidak kita suka. Walau kita tak dapat kita raih prestasi yang baik, tapi tetap lah kita berusaha menjaga amanat dan kehormatan mereka dengan baik.
            Sekalipun semua pilihan ini tidak di awali dari keinginan hati . dan Termasuk lah kita yang sudah di sini. Yang memang niat menjadi bidan,terpaksa, atau tak niat sama sekali,atau Cuma mengikuti arus. semua punya cerita nya masing2. Tapi kita tau, walau kadang bersikeras gak mau tau, niat mulia orang tua mengantar kan kita disini, dengan membekali kita materi yang tidak sedikit, di tambah  do`a & harapan. Harus nya itu tidak terbalas dengan suatu hal yang mengecewakan.
             Mari kita mencoba untuk menajadi seperti apa yang meraka harap. Walau hanya di waktu singkat ini. Walau tak ada yang bisa kita persembahkan dengan bangga hati, Walau bukan kita yang bisa menjadi  mahasiswi terbaik, walau bukan kita mahasiswi yang mampu meraih prestasi,walau bukan kita yang meraih indeks prestasi yang di atas standart,nilai yang memuaskan, Nilai yang membanggakan. Itu bukan menjadi  tolak ukur kita menilai diri kita tidak bisa atau tidak mampu.
            Tak ada yang tau apa yang dapat kita raih nanti, sebuah kesuksesan tidak di jamin dari indeks prestasi yang tinggi, tidak dengan dia yang mampu mampu bicara dengan lancar di depan kelas. Semua dari kita akan menjadi tenaga kesehatan yang sukses ,jika kita mau. Mau berusaha, mau meninggalkan kata malas dan menyerah,mau untuk belajar, mau untuk bertanggung jawab. Mau untuk terus berdo`a dan yakin.  Dan itu yang bisa menjamin untuk menghadirkan kesuksesan.
            Dan setelah itu,terjawab lah semua pertanyaan di hati meraka, orang-orang yang terus menyimpan harapan. Semua akan terjawab sebrntar lagi saudari-saudari ku. dan kita lah yang berperan untuk menjawab pertanyaan hati mereka. Apa kita sudah siap? ?
            Apa tidak seBaik nya,kita saling mendukung, memberi semangat, satu sama lain, membantu satu sama lain, saling mengingat kan kelalaian satu sama lain. Agar semua beban terasa lebih ringan. Agar tali persaudaraan lebih terasa di tahun terakhir ini.
            Semoga apa yang di simpulkan di sini bermanfaat untuk kita semua dan kita semua bisa menyelesaikan kewajiban kita dengan sebaik-baik nya , dan bisa mendapatkan kesuksesan . Amien....

created by : M.A sofyrah




Selasa, 25 Oktober 2011

I love my profession



  Aku tetap tidak bisa meninggal kan keinginan ku,
untuk menjadi seorang psikolog. 
dan nantinya bisa menciptakan 
banyak buku yang bermanfaat
ketika orang lain membacanya.
buku yang berisi inspirasi yang bukan sekedar teori belaka.
seperti hal nya yang di lakukan oleh para penulis
yang menciptakan buku-buku favorite ku
yang dapat menggugah jiwa.
   tapi Allah bekehendak lain,
orang tua ku lebih berfikir 
bahwa menjadi tenaga kesehatan lebih bermanfaat.
" jika tak bisa menjadi dokter,
jadi lah seorang bidan atau pun 
perawat krn itu lebih berguna 
untuk keluarga mu & orang banyak ".
itu pesan orang tua ku,
walau tak ada kesan memaksa tapi mereka tau,
aku akan menuruti permintaan mereka, 
karena lebih berat lagi bagi ku,
menjalani sesuatu yang di larang orang tua ku. 

  belum hadir rasa ikhlas di hati ku,
untuk mengalihkan pilihan hati ku 
ke jurusan yang tak ku cintai,
ternyata aku tak di perkenankan menjadi seorang dokter
,malah menjadi seorang Bidan.

   Tidak mudah bagi ku,
mengawali hidup di asrama putri,
yang sangat bertentangan dari kebiasaan
dan prinsip hidup ku.
begitu banyak kendala dan rintangan,
agar mampu menjalani ini semua dengan ikhlas
dan pasti sesuai dengan jalur.

    Tapi apa pun yang terjadi,
apa pun yang ku alami, dan yg ku jalani,
aku tak mau semua belalu dengan sia-sia tanpa hasil.
Jika tak dapat aku mencinta pelajaran nya,
setidak nya aku tetap tau bahasan dan cakupan nya.
Walau berat tetap harus di selesaikan ,
aku fikir ini sebuah hukuman dari Allah,
karena aku tidak mencintai apa yang di tetapkan Nya.

Sekian waktu aku menghabis kan waktu,
untuk mencari sebuah maksud ,
menjalani dan mencoba memahami
segala yang ada di sekitar ku,
begitu  Banyak pelajaran hidup yang ku dapat,
mendapatkan pelajaran yang tidak seperti
mata pelajaran di ruangan kuliah,
pelajaran yang hanya ada di luar kehidupan kampus.

ketika aku di takdirkan
untuk mengenal kehidupan asrama
dalam beberapa tahun.
Tak ada hal yang sia-sia jika Allah menghendaki itu. 
Tak ada pilihan yang salah jika semua itu jalan dari Allah.
     
aku mulai mencintai kehidupan 
dimana aku bisa belajar dari banyak perbedaan,
dari banyak jenis jiwa,
walau aku hidup di lingkungan homogen.
mempelajari banyak watak. 

dan sesuai populasi hidup ku,
yang sangat jarang berinteraksi langsung dengan lelaki,
membuat aku lebih merasakan anugrah Allah yang begitu menjaga ku. 


dan sesuai dengan ilmu yang ku pelajari,
yang kuamati,tentang 
siklus kehidupan wanita, perkembangan,masalah,dan lain nya.
dan itu lah nanti yang memang aku hadapi
di profesi ku nanti
,aku akan banyak mendengarkan cerita
,masalah,dan kisah dari banyak wanita. 
dan aku lah yang harus mencari solusi nya.

 bukan kah pada dasar nya itu pekerjaan seorang psikolog?
dan aku merasa malu jika dulu aku merasa
semua ini sebuah hukuman untuk ku.
tapi ternyata ini adalah sebuah jalan terbaik 
yg Allah berikan untuk ku dan masa depan ku.

aku tetap ingin terus menulis,
aku tetap ingin menjadi psikolog 
walau hanya sebatas untuk wanita,
dan itu lebih indah bagi ku.
dan aku tetap menjalani tugas sesuai profesi ku.
because,  I love my profession .
karena smua yang telah Allah tetapkan untuk ku,
itu adalah jalan terbaik,untuk ku untuk berjuang di situ.
dan mendalami Ilmu nya,agar tak ada yang sia-sia.

"Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." ( An-nisa` : 32 )



     VS








Kamis, 20 Oktober 2011

Seorang Wanita Di Akhir Zaman

Apakah aku terlalu lemah untuk menerima ini ?
Atau  sebenar  nya aku kuat untuk menjalani semua ini.
Tapi, seandainya diberikan pilihan padaku,
Aku tidak memilih untuk hidup di zaman ini.
Biarlah tetap diriku,tapi tidak akhir zaman ini yang ku nanti.
Nestapa,Dusta,Fitnah,Kemunafikan,Zina,kezaliman.
Merajalela merasuki kehidupan ku,
berlomba-lomba menetap di hari-hari ku.
Tapi apalah daya  ku?
Apalah daya dari seorang wanita biasa seperti ku.
Yang sering tak kuasa menahan diri untuk  menghindari godaan dunia.
Aku bukan lah manusia suci yang  sempurna.
Tak luput dari dosa,tak lepas dari kesalahan.
Aku bukan lah seorang wanita yang begitu mulia seperti  Khadijah.
Aku bukan lah seorang wanita  yang  mempunyai  kesucian hati seperti Aisyah.
Aku bukan lah seorang wanita yang teramat tegar dan kokoh iman nya seperti Fatimah.
Aku bukan lah seorang wanita
yang mempunyai kesabaran dan ketabahan hati seperti Ashyah.
Aku hanyalah  seorang gadis yang terlahir di akhir zaman.
Yang selalu di beri kerikil tajam oleh mereka,
 ketika mencoba memegang teguh agama ku.
Yang selau di beri pandangan gelap,
ketika aku mencoba membersihkan dosa dan riwayat hitam ku.
Aku hanya lah seorang insan yang berusaha
untuk  mempertanggung jawabkan
apa yang menjadi kewajiban  ku.
Aku hanya lah seorang Muslimah yang berusaha
bertanggung jawab  atas kewajiban  ku sebagai Muslim.
Bertanggung Jawab atas kewajiban ku sebagai  hamba Allah.
Bertanggung jawab atas amanat yang di sampaikan
oleh para Rasul & Nabi .
Apakah aku salah?Ataukah  aku tak layak?
Mencoba berusaha mengikuti apa yang di lakukan
oleh wanita-wanita pilihan Allah.

Walau aku bukan lah seorang ahli ibadah.
Bukan  lah seorang ahli qur-an dan hadist.
Bukan lah keturunan para ahli agama.
Bukan pula aku putri dari  seorang ahli kitab.
Tapi aku punya akal,aku punya jiwa,punya hati dan perasaan.
Dan itu sebaik-baik nya modal yang Allah berikan untuk ku,
Agar aku mencari Ilmu yang benar,
 menetapkan nya pada kehidupan.
Agar aku dapat merasakan hal-hal yang membawa kedamaian jiwa.
Yang membuat aku Meyakini Agama ku,
untuk menjadi sebuah tambatan hati yang menyejukan,
Bukan membuat  agama sebagi peraturan-peraturan yang mengekang.
Agar aku merasakan sebuah berkah untuk  mencintai Tuhan ku .

Tak boleh kah aku mencoba untuk menjadi lebih baik dari sebelum nya?
Apa yang salah? Apa yang tak pantas ? apa yang menjadi tembok pembatas ?
Siapa yang menentang niat seseorang untuk mencoba dekat dengan Rabb nya?
Siapa yang membatasi? Siapa yang memandang sebelah mata ?
tak kan ku usik berbagi pendapat yang akan ku jadikan batu loncatan.
apalah arti dari sebuah perjuangan jika tak ada rintangan.
Apalah arti dari sebuah perubahan jika tak di dasari tekat & ketegaran hati.
Apalah arti dari sebuah pengorbanan tanpa keteguhan hati.
Karena setiap hati hanyanlah ALLAH yang dapat melihat.
Karena setiap ucapan hanya dapat di nilai dari perbuatan.
Karena dalam  semua hal, hanya lah Allah sebaik-baik nya penilai .
Karena bukan lah latar belakang membuat seseorang mulia,


Bukan juga karena keturunan,asal,
atau riwayat kisah masa lalu seseorang,
Yang di nilai ALLAH untuk di beri_NYA petunjuk.
Karena Hanya ALLAH yang  mampu menilai hati  satiap hamba NYA,
Tak terkecuali,siapa,kapan, dan dimanapun hamba NYA berada.
............. _____________________- >>>>>>>>>>>>>>>>>>
“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu “. ( al-baqarah ; 284 )
"Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui." Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. ( Al-Imron ; 29 )
“Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudaratan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan “. ( Al-imron ; 120 )


“Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala-bantuan itu melainkan sebagai kabar gembira bagi (kemenangan) mu, dan agar tenteram hatimu karenanya. Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. ( Al-imron ;126)





Created BY : Mutiara anissa Sofyrah

...................

Rabu, 19 Oktober 2011

"AKU TERPAKSA MENIKAHI NYA"



Semoga peristiwa di bawah ini membuat kita belajar bersyukur untuk apa yang kita miliki : 


Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri. 



Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka. 



Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku. 



Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku. 



Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya. 

Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami. 



Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku. 



Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi. 



Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya. 



“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut. 



Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??” 



“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu. 



Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah. 



Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas. 



Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis. 



Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara. 



Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku. 



Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya. 



Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku. 



Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya. 



Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku. 



Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia. 



Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku. 



Istriku Liliana tersayang, 



Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu. 



Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang. 



Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku. 



Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy! 




Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note. 



Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta. 



Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi. 



Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?” 



Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.” 



Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?” 

Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.” 



Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus. 



  

Andrie Wongso



(www.pondokbaca.com)