Assalamu`alaikum

Assalamu`alaikum
"Tuhan, aku sadar hidup hanyalah perjalanan sementara, maka izinkanlah aku mengisi waktu yang sementara ini dengan kebaikan & kebahagiaan cinta kasih yang Kau Ridhai. Dan kembali pada Mu dengan segala keberkahan"

Selasa, 20 September 2011

" Mencintai karena Allah "



Hal ini sangat berkebalikan ketika ia terpilih menjadi khalifah meneruskan amanah sang mertua. Kehidupannya berubah seratus persen. Kemewahan yang begitu didambakan setiap orang, ia tinggalkan begitu saja. Sungguh tindakan yang sangat langka karena umumnya setiap orang mencari jabatan agar dapat hidup mewah dan bergelimang harta.

Keputusan ini ia sampaikan kepada istri tercintanya, Fatimah binti Abdul Malik. Bagaimanapun juga, kehidupan barunya akan melibatkan kehidupan istrinya yang lama dibuai kemewahan.

Umar berkata kepadanya, "Wahai Fatimah, masalah besar telah menimpaku. Aku diberi beban yang paling berat dan aku akan dimintai pertangungjawaban tentang manusia yang paling jauh serta yang paling dekat dari umat Muhammad saw.

Tugas ini akan menyita seluruh keberadaanku, hingga tidak ada waktu bagiku untuk memenuhi seluruh hakmu atas diriku. Tidak ada lagi hasrat bagiku kepada wanita, tetapi aku tidak ingin menceraikanmu. Aku tidak menginginkan seorang pun di dunia ini selain dirimu.

Meskipun demikian, aku tidak ingin menzalimi dirimu. Aku khawatir kamu tidak sabar atas cara hidup yang kupilih. Oleh karena itu, aku akan mengantarkanmu ke rumah ayahmu."

Sang istri terpana mendengar penjelasan suaminya yang begitu mendadak. Kemudian ia bertanya untuk meminta penjelasan lebih dari suaminya, "Sebenarnya apa maksudmu?"

Dengan sabar Umar menjelaskan kembali, "Sesungguhnya harta yang kita miliki serta yang dimiliki oleh saudara-saudara dan kerabatmu ini berasal dari harta kaum muslimin. Aku bertekad akan mengambilnya dan mengembalikannya kepada mereka. Aku akan memulai dari diriku. Aku tidak akan menyisakan untukku, kecuali sebidang tanah yang kubeli dari uang hasil jerih payahku. Aku akan hidup dengan harta tersebut. Jika engkau tidak sabar pada kesempitan hidup setelah lapangnya, kau boleh kembali kepada ayahmu."

Tak habis pikir dengan keputusan suaminya, Fatimah kembali bertanya, "Apa yang mendorongmu untuk berbuat seperti itu?"

Umar menjawab, "Wahai Fatimah, sesungguhnya aku memiliki jiwa ambisius dan aku tidak mendapatkan sesuatu, kecuali menginginkan yang lebih baik darinya. Aku menginginkan jabatan, lantas mendapatkannya. Ketika aku mendapatkannya, muncul keinginan untuk menguasai khalifah dan ketika aku telah mendapatkannya, aku menginginkan yang lebih baik darinya, yaitu surga."

Sang istri menanggapi keinginan suaminya, "Wahai suamiku, lakukanlah apa saja yang menurutmu baik, saya akan senantiasa bersamamu. Saya tidak akan menyertaimu dalam keadaan senang, lalu meninggalkanmu dalam keadaan susah. Saya rida dengan apa yang kauridai."

Setelah mendapat persetujuan dari sang istri, ia pun memulai tugasnya dengan meninggalkan istana megahnya. Seluruh harta yang ia dapat dari Baitul Mal dikembalikan. Bersama istrinya, ia menempati gubuk kecil di sebelah kiri masjid. Pakaian, tempat tinggal, makanan, dan minuman benar-benar sangat sederhana, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.

Kini hanya sebuah permata yang tertinggal sebagai harta satu-satunya Fatimah. Permata kesayangannya, pemberian dari ayah tercinta. Mengetahui hal tersebut, Umar berkata dengan lembut kepada istrinya, "Wahai Fatimah, engkau mengetahui bahwa permata itu diperoleh ayahmu dari harta kaum muslimin dan menghadiahkannya kepadamu. Sesungguhnya aku tidak suka permata itu ada di rumahku. Karena itu, engkau boleh memilih: permatamu atau aku?"

Apa jawaban sang istri? Jika ia memilih permata, seumur hidupnya akan selalu bergelimang harta. Akan tetapi, jika ia memilih suaminya, kehidupan apa adanya yang jauh dari kekayaan duniawi harus ia jalani.

Sang istri telah mantap dengan pilihannya. la pun berkata, "Demi Allah, tentu aku lebih memilihmu, wahai suamiku, daripada permata ini. Bahkan, jika aku memiliki permata yang berlipat-lipat jumlahnya, akan aku serahkan semuanya karena kau lebih berharga dari semua itu."

Sang istri pun mengembalikan permata kesayangannya ke Baitul Mal.
Kini, kedua suami istri mulia tersebut hidup seadanya. Tidak ada pakaian mewah dan indah, melainkan pakaian usang dan penuh tambalan yang melekat pada tubuh mereka. Tidak ada pula istana, melainkan rumah kecil dengan dinding yang rapuh.

Suatu ketika seorang wanita Mesir datang ke rumah mereka. Fatimah menemuinya yang tampak kebingungan di depan pintu rumahnya. Ia pun segera menyapa wanita asing tersebut, "Wahai hamba Allah, adakah yang bisa aku bantu?"

Wanita itu berkata, "Aku datang dari Mesir untuk menemui Amirul Mukminin. Orang-orang menunjuk alamat ini, tetapi di sini aku tidak menemukan istananya."

Fatimah tersenyum lebar dan segera menyambut tamu jauhnya, "Kau benar, ini rumahnya, silakan masuk!"

Alangkah terkejutnya wanita itu mengetahui yang berbicara di hadapannya adalah istri seorang Amirul Mukminin. Pakaiannya lusuh, tidak berdandan, tanpa gelang dan perhiasan. Siapa yang menyangka bahwa ia adalah istri petinggi wilayah ini.

Wanita itu dengan perasaan heran dan bingung masuk ke dalam rumah. la duduk di atas lantai di temani istri Amirul Mukminin yang terhormat. Namun, sang tamu kembali kaget melihat di dalam rumah tersebut ada seorang laki-laki dengan tangan penuh tanah dan berpakaian kotor yang sedang memperbaiki dinding rumah.

Disangkanya lelaki itu adalah tukang batu. Wanita itu pun menegur Fatimah, "Wahai istri Amirul Mukminin. Mengapa kau memasukkan lelaki ke dalam rumahmu di saat suamimu tidak ada di rumah?"

Fatimah kembali tersenyum, "Dialah suamiku, Amirul Mukminin yang kaucari."

Sulit untuk dipercaya ketika sang tamu mengetahui kehidupan keluarga Amirul Mukminin yang sangat jauh dari bayangannya. Bukankah petinggi negara diberi fasilitas dari Baitul Mal? Namun, di hadapannya, tidak ada kemewahan, kesombongan, dan jarak antara mereka dan rakyatnya.

Mereka menjauhi kemewahan duniawi agar jiwanya makin kuat dan terhindar dari fitnah-fitnah dunia. Itulah rumah tangga penuh keimanan yang dihuni oleh pasangan yang menyinari dunia dan menembus cakrawala.
Siapa yang tujuannya adalah akhirat, Allah akan menjadikan rasa cukup dalam hatinya, menyatukan kembali apa yang terpisah darinya, dan dunia akan selalu datang kepadanya dalam keadaan tunduk. Dan siapa yang menjadikan dunia sebaga; tujuannya, Allah akan menjadikan kefakiran selalu membayang-bayanginya, memisahkan yang bersatu dengannya, dan dunia tidak akan datang kepadanya, kecuali yang kotor baginya. (Al-Hadis)

Jumat, 16 September 2011

" POLIGAMI SELALU DI PANDANG NEGATIVE OLEH KAUM WANITA DAN JUGA NON MUSLIM , KENAPA ? "

Sebenarnya bukan tindakan polygami nya yang harus di pandang negative, tapi malah seharusnya kita melihat ke orang yang melakukan polygami itu, dengan beda tujuan, ,beda niat,beda syarat, serta beda pertimbangan dari apa yang telah di tetap kan dari agama.
kita tau polygami diperboleh kan dalam Islam, tapi pasti dengan syarat tertentu. Tapi jika kita tinjau ayat-ayat Al`quran yang membahas polygami dan wanita,bahwasanya Islam sangat lebih mengutamakan untuk monogami. Terdapat beberapa ayat Al-quran yang menjelaskan serta peringatan agar Polygami tidak disalah gunakan untuk tujuan yang tidak wajar. Ini semua bertujuan supaya tidak terjadinya kezaliman. Tetapi, poligami diperbolehkan dengan syarat ia dilakukan pada masa-masa terdesak untuk mengatasi perkara yang tidak dapat diatasi dengan jalan lain. Atau dengan kata lain bahawa poligami itu diperbolehkan oleh Islam dan tidak dilarang, Kecuali dikhawatirkan di waktu kedepannya kebaikan dari polygami itu dikalahkan oleh keburukannya.

Jadi, sebagaimana talaq, begitu jugalah halnya dengan poligami yang diperbolehkan kerana hendak mencari jalan keluar dari kesulitan. Islam memperbolehkan umatnya berpoligami berdasarkan syariat serta realiti keadaan masyarakat. Ini bererti ia tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenangnya demi untuk mencapai kesejahteraan masyarakat Islam, demi untuk menjaga ketinggian budi pekerti dan nilai kaum Muslimin.
Oleh yang demikian, apabila seorang lelaki akan berpoligami, hendaklah dia memenuhi syarat-syarat sebagai berikut;

1. Membatasi jumlah isteri yang akan dikahwininya.


 Syarat ini telah disebutkan oleh Allah (SWT) dengan firman-Nya;
 "Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya"

 (Al-Qur'an, Surah an-Nisa` ayat 3)

Ayat di atas menerangkan dengan jelas bahawa Allah telah menetapkan seseorang itu berkahwin tidak boleh lebih dari empat orang isteri. Jadi, Islam membatasi kalau tidak beristeri satu, boleh dua, tiga atau empat saja.
Pembatasan ini juga bertujuan membatasi kaum lelaki yang suka dengan perempuan agar tidak berbuat sesuka hatinya. Di samping itu, dengan pembatasan empat orang isteri, diharapkan jangan sampai ada lelaki yang tidak menemukan isteri atau ada pula wanita yang tidak menemukan suami. Mungkin, kalau Islam membolehkan dua orang isteri saja, maka akan banyak wanita yang tidak menikah. Kalau pula dibolehkan lebih dari empat, mungkin terjadi banyak lelaki tidak memperolehi isteri.

2. Diharamkan bagi suami mengumpulkan wanita-wanita yang masih ada tali persaudaraan menjadi isterinya. 

Misalnya, berkahwin dengan kakak dan adik, ibu dan anaknya, anak saudara dengan emak saudara baik sebelah ayah mahupun ibu.
Tujuan pengharaman ini ialah untuk menjaga silaturrahim antara anggota-anggota keluarga. Rasulullah (s.a.w.) bersabda, maksudnya;
"Sesungguhnya kalau kamu berbuat yang demikian itu, akibatnya kamu akan memutuskan silaturrahim di antara sesama kamu."  (Hadis riwayat Bukhari & Muslim)

Kemudian dalam hadis berikut, Rasulullah (s.a.w.) juga memperkuatkan larangan ini, maksudnya;
Bahawa Urnmu Habibah (isteri Rasulullah) mengusulkan agar baginda menikahi adiknya. Maka beliau menjawab; "Sesungguhnya dia tidak halal untukku." (Hadis riwayat Bukhari dan Nasa'i)
Seorang sahabat bernama Fairuz Ad-Dailamy setelah memeluk agama Islam, beliau memberitahu kepada Rasulullah bahawa beliau mempunyai isteri yang kakak beradik. Maka Rasulullah menyuruhnya memilih salah seorang di antara mereka dan menceraikan yang satunya lagi. Jadi telah disepakati tentang haramnya mengumpulkan kakak beradik ini di dalam Islam.

3. Disyaratkan pula berlaku adil

sebagaimana yang difirmankan Allah (SWT);
"Kemudian jika kamu bimbang tidak dapat berlaku adil (di antara isteri-isteri kamu), maka (kahwinlah dengan) seorang sahaja, atau (pakailah) hamba-hamba perempuan yang kaumiliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat (untuk mencegah) supaya kamu tidak melakukan kezaliman." (Al-Qur'an, Surah an-Nisa` ayat 3)
Dengan tegas diterangkan serta dituntut agar para suami bersikap adil jika akan berpoligami. Andaikan takut tidak dapat berlaku adil kalau sampai empat orang isteri, cukuplah tiga orang saja. Tetapi kalau itupun masih juga tidak dapat adil, cukuplah dua saja. Dan kalau dua itu pun masih khawatir tidak dapat berlaku adil, maka hendaklah menikah dengan seorang saja.
Para mufassirin berpendapat bahawa berlaku adil itu wajib. Adil di sini bukanlah bererti hanya adil terhadap para isteri sahaja, tetapi mengandungi erti berlaku adil secara mutlak. Oleh kerana itu seorang suami hendaklah berlaku adil sebagai berikut:
a) Berlaku adil terhadap dirinya sendiri.
Seorang suami yang selalu sakit-sakitan dan mengalami kesukaran untuk bekerja mencari rezeki, sudah tentu tidak akan dapat memelihara beberapa orang isteri. Apabila dia tetap berpoligami, ini bererti dia telah menganiayai dirinya sendiri. Sikap yang demikian adalah tidak adil.
b) Adil di antara para isteri.
Setiap isteri berhak mendapatkan hak masing-masing dari suaminya, berupa kemesraan hubungan jiwa, nafkah berupa makanan, pakaian, tempat tinggal dan lain-lain perkara yang diwajibkan Allah kepada setiap suami.
Adil di antara isteri-isteri ini hukumnya wajib, berdasarkan firman Allah dalam Surah an-Nisa` ayat 3 dan juga sunnah Rasul. Rasulullah (s.a.w.) bersabda, maksudnya;
"Barangsiapa yang mempunyai dua isteri, lalu dia cenderung kepada salah seorang di antaranya dan tidak berlaku adil antara mereka berdua, maka kelak di hari kiamat dia akan datang dengan keadaan pinggangnya miring hampir jatuh sebelah." (Hadis riwayat Ahmad bin Hanbal). adil dari dari maksud tertentu juga yaitu :
i) Adil memberikan nafkah.
Dalam soal adil memberikan nafkah ini, hendaklah si suami tidak mengurangi nafkah dari salah seorang isterinya dengan alasan bahawa si isteri itu kaya atau ada sumber kewangannya, kecuali kalau si isteri itu rela. Suami memang boleh menganjurkan isterinya untuk membantu dalam soal nafkah tetapi tanpa paksaan. Memberi nafkah yang lebih kepada seorang isteri dari yang lain-lainnya diperbolehkan dengan sebab-sebab tertentu. Misalnya, si isteri tersebut sakit dan memerlukan biaya rawatan sebagai tambahan.
Prinsip adil ini tidak ada perbezaannya antara gadis dan janda, isteri lama atau isteri baru, isteri yang masih muda atau yang sudah tua, yang cantik atau yang tidak cantik, yang berpendidikan tinggi atau yang buta huruf, kaya atau miskin, yang sakit atau yang sihat, yang mandul atau yang dapat melahirkan. Kesemuanya mempunyai hak yang sama sebagai isteri.
ii) Adil dalam menyediakan tempat tinggal.
Selanjutnya, para ulama telah sepakat mengatakan bahawa suami bertanggungjawab menyediakan tempat tinggal yang tersendiri untuk tiap-tiap isteri berserta anak-anaknya sesuai dengan kemampuan suami. Ini dilakukan semata-mata untuk menjaga kesejahteraan isteri-isteri, jangan sampai timbul rasa cemburu atau pertengkaran yang tidak diingini.
iii) Adil dalam giliran.
Demikian juga, isteri berhak mendapat giliran suaminya menginap di rumahnya sama lamanya dengan waktu menginap di rumah isteri-isteri yang lain. Sekurang-kurangnya si suami mesti menginap di rumah seorang isteri satu malam suntuk tidak boleh kurang. Begitu juga pada isteri-isteri yang lain. Walaupun ada di antara mereka yang dalam keadaan haidh, nifas atau sakit, suami wajib adil dalam soal ini. Sebab, tujuan perkahwinan dalam Islam bukanlah semata-mata untuk mengadakan 'hubungan seks' dengan isteri pada malam giliran itu, tetapi bermaksud untuk menyempumakan kemesraan, kasih sayang dan kerukunan antara suami isteri itu sendiri. Hal ini diterangkan Allah dengan firman-Nya;
"Dan di antara tanda-tanda yang membuktikan kekuasaan-Nya, dan rahmat-Nya, bahawa la menciptakan untuk kamu (wahai kaum lelaki), isteri-isteri dari jenis kamu sendiri, supaya kamu bersenang hati dan hidup mesra dengannya, dan dijadikan-Nya di antara kamu (suami isteri) perasaan kasih sayang dan belas kasihan. Sesungguhnya yang demikian itu mengandungi keterangan-keterangan (yang menimbulkan kesedaran) bagi orang-orang yang berfikir." (Al-Qur'an, Surah ar-Ruum ayat 21)
Andaikan suami tidak bersikap adil kepada isteri-isterinya, dia berdosa dan akan menerima seksaan dari Allah (SWT) pada hari kiamat dengan tanda-tanda berjalan dalam keadaan pinggangnya miring. Hal ini akan disaksikan oleh seluruh umat manusia sejak Nabi Adam sampai ke anak cucunya.
c) Anak-anak juga mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan, pemeliharaan serta kasih sayang yang adil dari seorang ayah.


Oleh itu, disyaratkan agar setiap suami yang berpoligami tidak membeda-bedakan anak ari istri yang dan anak dari istri yang lain. Berlaku adil dalam soal nafkah anak-anak juga sangat penting untuk diperhatikan bahwa nafkah anak yang masih kecil berbeda dengan anak yang sudah besar. Anak-anak perempuan berbeda pula dengan anak lelaki. Tidak kira dari ibu yang mana, kesemuanya mereka berhak memiliki kasih sayang serta perhatian yang adil dari ayah mereka. Jangan sampai mereka diterlantarkan hanya kerana kecenderungan si ayah pada salah seorang isteri serta anak-anaknya saja.
Keadilan juga sangat dituntut oleh Islam agar dengan demikian si suami terpelihara dari sikap curang dan tidak bertanggung jawab yang dapat merusak rumahtangganya.

Hal ini sesuai dengan firman Allah yang berbunyi;
"Dan kamu tidak sekali-kali akan sanggup berlaku adil di antara isteri-isteri kamu sekalipun kamu bersungguh-sungguh (hendak melakukannya); oleh itu janganlah kamu cenderung dengan melampau-lampau (berat sebelah kepada isteri yang kamu sayangi) sehingga kamu biarkan isteri yang lain seperti benda yang tergantung (di awang-awang)."
Selanjutnya Siti 'Aisyah (r.a.) menerangkan, maksudnya;

Bahwa Rasulullah (s.a.w.) selalu berlaku adil dalam mengadakan pembahagian antara isteri-isterinya. Dan beliau berkata dalam doanya:
 "Ya Allah, inilah kemampuanku membagi apa yang ada dalam milikku. Ya Allah, janganlah aku dimarahi dalam membahagi apa yang menjadi milikku dan apa yang bukan milikku."
Menurut Prof. Dr. Syeikh Mahmoud Syaltout; "Keadilan yang dijadikan syarat diperbolehkan poligami berdasarkan ayat 3 Surah an-Nisa`. Kemudian pada ayat 129 Surah an-Nisa` pula menyatakan bahwa keadilan itu tidak mungkin dapat dipenuhi atau dilakukan. Sebenamya yang dimaksudkan oleh kedua ayat di atas ialah keadilan yang dikehendaki itu bukanlah keadilan yang menyempitkan dada kamu sehingga kamu merasakan keberatan yang sangat terhadap poligami yang dihalalkan oleh Allah. Hanya saja yang dikehendaki ialah jangan sampai kamu cenderung sepenuh-penuhnya kepada salah seorang saja di antara para isteri kamu itu, lalu kamu tinggalkan yang lain seperti tergantung-gantung."
Kemudian Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Shidieqy pula menerangkan; "Orang yang boleh beristeri dua ialah yang percaya benar akan dirinya dapat berlaku adil, yang sedikit pun tidak akan ada keraguannya. Jika dia ragu, cukuplah seorang saja."
"Adil yang dimaksudkan di sini ialah 'kecondongan hati'. Dan ini tentu amat sulit untuk dilakukan, sehingga poligami adalah suatu hal yang sukar untuk dicapai. Jelasnya, poligami itu diperbolehkan secara darurat bagi orang yang benar-benar percaya dapat berlaku adil."

Selanjutnya beliau menegaskan, jangan sampai si suami membiarkan salah seorang isterinya terabaikan. Hendaklah disingkirkan sikap condong kepada salah seorang isteri yang menyebabkan seorang lagi cemburu ataupun kecewa. Adapun condong yang dimaafkan hanyalah condong yang tidak dapat dilepaskan oleh setiap individu darinya, iaitu condong hati kepada salah seorangnya yang tidak membawa kepada mengurangkan hak yang seorang lagi.
Afif Ab. Fattah Tabbarah dalam bukunya Ruhuddinil Islami mengatakan; "Makna adil di dalam ayat tersebut ialah persamaan; yang dikehendaki ialah persamaan dalam hal pergaulan yang bersifat lahir seperti memberi nafkah, tempat tinggal, tempat tidur, dan layanan yang baik, juga dalam hal menunaikan tanggungjawab sebagai suami isteri."

4. Tidak menimbulkan huru-hara di kalangan isteri mahupun anak-anak. 

Jadi, suami mesti yakin bahawa perkahwinannya yang baru ini tidak akan menjejaskan serta merosakkan kehidupan isteri serta anak-anaknya. Kerana, diperbolehkan poligami dalam Islam adalah untuk menjaga kepentingan semua pihak. Jika kepentingan ini tidak dapat dijaga dengan baik, maka seseorang yang berpoligami pada saat itu adalah berdosa.

5. Berkuasa menanggung nafkah.

Yang dimaksudkan dengan nafkah di sini ialah nafkah lahir, sebagaimana Rasulullah (s.a.w.) bersabda yang bermaksud;
"Wahai sekalian pemuda, sesiapa di antara kamu yang berkuasa mengeluarkan nafkah, maka hendaklah kamu berkahwin. Dan sesiapa yang tidak berkuasa, hendaklah berpuasa."
Hadis di atas menunjukkan bahawa Rasulullah (s.a.w.) menyuruh setiap kaum lelaki supaya menikah tetapi dengan syarat sanggup mengeluarkan nafkah kepada isterinya. tetapi jika merka belum mampu, maka tidaklah di anjurkan menikah walaupun dia seorang yang sehat lahir serta batinnya. Oleh karena itu, untuk menahan nafsu lahirnya, dianjurkan agar berpuasa. 

Jadi,jika sekarang para kaum lelaki banyak dan malah bertambah banyak yang melakukan polygami,kita bisa melihat keadaanya dan kesanggupannya, ataupun jika kita salah satu adalah salah seorang di sekitar atau orang terdekatnya atau bahkan istrinya,kita bisa menanyakan terlebih dahulu maksud dan tujuan nya memutuskan untuk berpolygami.
kebanyakan di jaman sekarang para lelaki yang memutuskan untuk berpolygami hanya mengatasnamakan Rasulullah saw yang mempunyai istri lebih dari satu,tapi tak melihat bagaimana akibat dan tujuan nya.
jika hanya mengatasnamakan Rasulullah saw tapi dia sendiri tidak tau bagaimana kehidupan Rasulullah saw dan bagaimana Beliau mempertimbangkan dan menghidupi para istri Nya, berati dia juga tidak bisa untuk memenuhi syarat dari polygami tersebut.

kita juga bisa lihat di jaman sekarang ,para lelaki yang memutuskan berpolygami  sangat dominan memilih wanita yang lebih muda dari istri sebelumnya,ataupun lebih molek atau kelebihan-kelebihan yang hanya bertujuan untuk kepentingan pribadi dan kebutuhan duniawi nya saja. dan ini sangat berbanding terbalik dengan apa yang di lakukan oleh Rasulullah yang selalu di atasnamakan para kaum lelaki yang memutuskan untuk berpolygami .

Jumlah istri Rasulullah yang lebih dari 1 membawa hikmah yang sangat mendalam di masa kini yaitu semakin banyaknya sumber-sumber ajaran Islam terutama yang berkaitan dengan fiqih wanita, karena memang dari sanalah umumnya pelajaran Rasulullah SAW  tentang wanita itu berasal. Seandainya Rasulullah SAW hanya beristrikan satu orang saja, maka kajian fiqih wanita sekarang ini akan menjadi sangat sempit karena sumbernya terbatas hanya dari satu orang. Dengan beristri sampai 11 orang, maka sumber itu menjadi cukup banyak. 

Berikut adalah nama nama dan alasan alasan beliau memperistri :

1. Khodijah binti Khuwailid RA,ia dinikahi oleh Rasulullah SAW di Mekkah ketika usia beliau 25 tahun dan Khodijah 40 tahun. Dari pernikahnnya dengan Khodijah Rasulullah SAW memiliki sejumlah anak laki-laki dan perempuan. Akan tetapi semua anak laki-laki beliau meninggal. Sedangkan yang anak-anak perempuan beliau adalah: Zainab, Ruqoyyah, Ummu Kultsum dan Fatimah. Rasulullah SAW tidak menikah dengan wanita lain selama Khodijah masih hidup.
2. Saudah binti Zam?ah RA, dinikahi oleh Rasulullah SAW pada bulan Syawwal tahun kesepuluh dari kenabian beberapa hari setelah wafatnya Khodijah. Ia adalah seorang janda yang ditinggal mati oleh suaminya yang bernama As-Sakron bin Amr.
3. Aisyah binti Abu Bakar RA, dinikahi oleh Rasulullah SAW bulan Syawal tahun kesebelas dari kenabian, setahun setelah beliau menikahi Saudah atau dua tahun dan lima bulan sebelum Hijrah. Ia dinikahi ketika berusia 6 tahun dan tinggal serumah di bulan Syawwal 6 bulan setelah hijrah pada saat usia beliau 9 tahun. Ia adalah seorang gadis dan Rasulullah SAW tidak pernah menikahi seorang gadis selain Aisyah.
Dengan menikahi Aisyah, maka hubungan beliau dengan Abu Bakar menjadi sangat kuat dan mereka memiliki ikatan emosional yang khusus. Posisi Abu Bakar sendiri sangat pending dalam dakwah Rasulullah SAW baik selama beliau masih hidup dan setelah wafat. Abu Bakar adalah khalifah Rasulullah yang pertama yang di bawahnya semua bentuk perpecahan menjadi sirna.
Selain itu Aisyah ra adalah sosok wanita yang cerdas dan memiliki ilmu yang sangat tinggi dimana begitu banyak ajaran Islam terutama masalah rumah tangga dan urusan wanita yang sumbernya berasal dari sosok ibunda muslimin ini.
4. Hafsoh binti Umar bin Al-Khotob RA, beliau ditinggal mati oleh suaminya Khunais bin Hudzafah As-Sahmi, kemudian dinikahi oleh Rasulullah SAW pada tahun ketiga Hijriyah. Beliau menikahinya untuk menghormati bapaknya Umar bin Al-Khotob.
Dengan menikahi hafshah putri Umar, maka hubungan emosional antara Rasulullah SAW dengan Umar menjadi sedemikian akrab, kuat dan tak tergoyahkan. Tidak heran karena Umar memiliki pernanan sangant penting dalam dakwah baik ketika fajar Islam baru mulai merekah maupun saat perluasan Islam ke tiga peradaban besar dunia. Di tangan Umar, Islam berhasil membuktikan hampir semua kabar gembira di masa Rasulullah SAW bahwa Islam akan mengalahkan semua agama di dunia.
5. Zainab binti Khuzaimah RA, dari Bani Hilal bin Amir bin Sho?sho?ah dan dikenal sebagai Ummul Masakin karena ia sangat menyayangi mereka. Sebelumnya ia bersuamikan Abdulloh bin Jahsy akan tetapi suaminya syahid di Uhud, kemudian Rasulullah SAW menikahinya pada tahun keempat Hijriyyah. Ia meninggal dua atau tiga bulan setelah pernikahannya dengan Rasulullah SAW .
6. Ummu Salamah Hindun binti Abu Umayyah RA, sebelumnya menikah dengan Abu salamah, akan tetapi suaminya tersebut meninggal di bulan Jumada Akhir tahun 4 Hijriyah dengan menngalkan dua anak laki-laki dan dua anak perempuan. Ia dinikahi oleh Rasulullah SAW pada bulan Syawwal di tahun yang sama.
Alasan beliau menikahinya adalah untuk menghormati Ummu Salamah dan memelihara anak-anak yatim tersebut.
7. Zainab binti Jahsyi bin Royab RA, dari Bani Asad bin Khuzaimah dan merupakan puteri bibi Rasulullah SAW. Sebelumnya ia menikahi dengan Zaid bin Harits kemudian diceraikan oleh suaminya tersebut. Ia dinikahi oleh Rasulullah SAW di bulan Dzul Qo?dah tahun kelima dari Hijrah.
Pernikahan tersebut adalah atas perintah Alloh SWT untuk menghapus kebiasaan Jahiliyah dalam hal pengangkatan anak dan juga menghapus segala konskuensi pengangkatan anak tersebut.
8. Juwairiyah binti Al-Harits RA, pemimpin Bani Mustholiq dari Khuza?ah. Ia merupakan tawanan perang yang sahamnya dimiliki oleh Tsabit bin Qais bin Syimas, kemudian ditebus oleh Rasulullah SAW dan dinikahi oleh beliau pada bulan Sya?ban tahun ke 6 Hijrah.
Alasan beliau menikahinya adalah untuk menghormatinya dan meraih simpati dari kabilhnya (karena ia adalah anak pemimpin kabilah tersebut) dan membebaskan tawanan perang.
9. Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan RA, sebelumnya ia dinikahi oleh Ubaidillah bin Jahsy dan hijrah bersamanya ke Habsyah. Suaminya tersebut murtad dan menjadi nashroni dan meninggal di sana. Ummu Habibbah tetap istiqomah terhadap agamanya. Ketika Rasulullah SAW mengirim Amr bin Umayyah Adh-Dhomari untuk menyampaikan surat kepada raja Najasy pada bulan Muharrom tahun 7 Hijrah. Nabi mengkhitbah Ummu Habibah melalu raja tersebut dan dinikahkan serta dipulangkan kembali ke Madinah bersama Surahbil bin Hasanah.
Sehingga alasan yang paling kuat adalah untuk menghibur beliau dan memberikan sosok pengganti yang lebih baik baginya. Serta penghargaan kepada mereka yang hijrah ke Habasyah karena mereka sebelumnya telah mengalami siksaan dan tekanan yang berat di Mekkah.
10. Shofiyyah binti Huyay bin Akhtob RA, dari Bani Israel, ia merupakan tawan perang Khoibar lalu Rasulullah SAW memilihnya dan dimeredekakan serta dinikahinya setelah menaklukan Khoibar tahun 7 Hijriyyah.
Pernakahan tersebut bertujuan untuk menjaga kedudukan beliau sebagai anak dari pemuka kabilah.
11. Maimunah binti Al- Harits RA , saudarinya Ummu Al-Fadhl Lubabah binti Al-Harits. Ia adalah seorang janda yang sudah berusia lanjut, dinikahi di bulan Dzul Qa?dah tahun 7 Hijrah pada saat melaksanakan Umroh Qadho.
Dari kesemua wanita yang dinikahi Rasulullah SAW, tak satupun dari mereka yang melahirkan anak hasil perkawinan mereka dengan Rasulullah SAW, kecuali Khadijatul Kubra seperti yang disebutkan di atas. Namun Rasulullah SAW pernah memiliki anak laki-laki selain dari Khadijah yaitu dari seorang budak wanita yang bernama Mariah Al-Qibthiyah yang merupakan hadiah dari Muqauqis pembesar Mesir. Anak itu bernama Ibrahim namun meninggal saat masih kecil.
Demikianlah data singkat para istri Rasulullah SAW yang mulia, dimana secara khusus Rasulullah SAW diizinkan mengawini mereka dan jumlah mereka lebih dari 4 orang, batas maksimal poligami dalam Islam.
Dari kesemuanya itu, umumnya Rasulullah SAW menikahi mereka karena pertimbangan kemanusiaan dan kelancaran urusan dakwah.

Jadi bagi para kaum pria yang berniat untuk polygami cobalah berfikir dengan seksama apakah mempunyai kesanggupan untuk menjalani syarat dari polygami, bahkan harus mempertimbankan tujuan dan akibat yang di dapat. 

sekian tulisan ini saya buat semoga bermanfaat untuk semua :)




Created by : M.A sofyrah







Kamis, 15 September 2011

AYAH, ANAK, DAN BURUNG GAGAK

Pada suatu sore seorang ayah bersama anaknya yang
baru saja menamatkan pendidikan tinggi duduk
berbincang-bincang di halaman sambil memperhatikan
suasana di sekitar mereka.

Tiba-tiba seekor burung gagak hinggap di ranting pohon. Si
ayah lalu menunjuk ke arah gagak sambil bertanya,
“Nak, apakah benda tersebut?”
“Burung gagak”, jawab si anak.
Si ayah mengangguk-angguk, namun beberapa saat kemudian
mengulangi lagi pertanyaan yang sama. Si anak menyangka
ayahnya kurang mendengar jawabannya tadi lalu menjawab
dengan sedikit keras,
“Itu burung gagak ayah!”
Tetapi sejenak kemudian si ayah bertanya lagi pertanyaan yang
sama. Si anak merasa agak marah dengan pertanyaan yang sama
dan diulang-ulang, lalu menjawab dengan lebih keras,
“BURUNG GAGAK!!” Si ayah terdiam seketika. Namun tidak lama
kemudian sekali lagi mengajukan pertanyaan yang sama
sehingga membuatkan si anak kehilangan kesabaran dan
menjawab dengan nada yang ogah-ogahan menjawab
pertanyaan si ayah,
“Gagak ayah.......”.
Tetapi kembali mengejutkan si anak, beberapa saat kemudian
si ayah sekali lagi membuka mulut hanya untuk bertanyakan
pertanyaan yang sama. Dan kali ini si anak benar-benar
kehilangan kesabaran dan menjadi marah.
“Ayah!!! saya tidak mengerti ayah mengerti atau tidak. Tapi sudah
lima kali ayah menanyakan pertanyaan tersebut dan sayapun
sudah memberikan jawabannya. Apakah yang ayah ingin saya
katakan???? Itu burung gagak, burung gagak ayah.....”, kata si anak
dengan nada yang begitu marah.


Si ayah kemudian bangkit menuju ke dalam rumah
meninggalkan si anak yang terheran-heran. Sebentar kemudian
si ayah keluar lagi dengan membawa sesuatu di tangannya. Dia
mengulurkan benda itu kepada anaknya yang masih marah dan
bertanya-tanya. Ternyata benda tersebut sebuah diari lama.

“Coba kau baca apa yang pernah ayah tulis di dalam buku diary
itu”, pinta si ayah.
Si anak taat dan membaca bagian yang berikut..........
“Hari ini aku di halaman bersama anakku yang genap berumur
lima tahun. Tiba-tiba seekor gagak hinggap di pohon. Anakku
terus menunjuk ke arah gagak dan bertanya,
“Ayah, apakah itu?”.
Dan aku menjawab, “Burung gagak”.
Walau bagaimana pun, anak ku terus bertanya pertanyaan yang
sama dan setiap kali aku menjawab dengan jawaban yang sama.
Sampai 25 kali anakku bertanya demikian, dan demi rasa cinta
dan sayang aku terus menjawab untuk memenuhi perasaan
ingin tahunya. Aku berharap bahwa hal tersebut menjadi suatu
pendidikan yang berharga.”

Setelah selesai membaca bagian tersebut si anak mengangkat
muka memandang wajah si ayah yang kelihatan sayu. Si ayah
dengan perlahan bersuara,
“ Hari ini ayah baru menanyakan kepadamu pertanyaan yang
sama sebanyak lima kali, dan kau telah kehilangan kesabaran
dan marah.”
……………………
HIKMAH : JAGALAH HATI KEDUA IBU DAN BAPA, HORMATILAH
MEREKA. SAYANGILAH MEREKA SEBAGAI MANA MEREKA
MENYAYANGIMU DIWAKTU KECIL.

created by : Ayah lovers



Banyak hal mulia di sekitar kehidupan kita yang bisa kita contoh untuk menjalani kehidupan, jadi kenapa kita masih ragu untuk belajar mencoba ?



K



"Kisah dibawah ini adalah artikel kesehatan dari www.kompas.com, mudah-mudahan kisah ini memberi semangat untuk kita dan membuat kita tidak pantang menyerah oleh keadaan, akupun ingin belajar dari perjuangan seorang Zhang Da Semoga bermanfaat dan selamat membaca"


Seorang anak di China pada 27 Januari 2006 mendapat penghargaan tinggi dari pemerintahnya karena dinyatakan telah melakukan “Perbuatan Luar Biasa”. Diantara 9 orang peraih penghargaan itu, ia merupakan satu-satunya anak kecil yang terpilih dari 1,4 milyar penduduk China.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjCDYOLa-vLjrG43S0ZDYNfaC5sMV3hrlqKexQXitlTBGxOFxv4uyRMXcMHbO1Ms72pqud1-x22kdr8PuJSy9e2Ztoxq6HhWgn4NJ_OWrwlPsSRGhdg0-b78Pornvl6slReV1GQNbyt7Ew/s1600/chinese+boy.jpg

Yang membuatnya dianggap luar biasa ternyata adalah perhatian dan pengabdian pada ayahnya, senantiasa kerja keras dan pantang menyerah, serta perilaku dan ucapannya yang menimbulkan rasa simpati.

Sejak ia berusia 10 tahun (tahun 2001) anak ini ditinggal pergi oleh ibunya yang sudah tidak tahan lagi hidup bersama suaminya yang sakit keras dan miskin. Dan sejak hari itu Zhang Da hidup dengan seorang Papa yang tidak bisa bekerja, tidak bisa berjalan, dan sakit-sakitan.

Kondisi ini memaksa seorang bocah ingusan yang waktu itu belum genap 10 tahun untuk mengambil tanggungjawab yang sangat berat. Ia harus sekolah, ia harus mencari makan untuk Papanya dan juga dirinya sendiri, ia juga harus memikirkan obat-obat yang yang pasti tidak murah untuk dia. Dalam kondisi yang seperti inilah kisah luar biasa Zhang Da dimulai.

Ia masih terlalu kecil untuk menjalankan tanggung jawab yang susah dan pahit ini. Ia adalah salah satu dari sekian banyak anak yang harus menerima kenyataan hidup yang pahit di dunia ini. Tetapi yang membuat Zhang Da berbeda adalah bahwa ia tidak menyerah.

Hidup harus terus berjalan, tapi tidak dengan melakukan kejahatan, melainkan memikul tanggungjawab untuk meneruskan kehidupannya dan Papanya. Demikian ungkapan Zhang Da ketika menghadapi utusan pemerintah yang ingin tahu apa yang dikerjakannya.

Ia mulai lembaran baru dalam hidupnya dengan terus bersekolah. Dari rumah sampai sekolah harus berjalan kaki melewati hutan kecil. Dalam perjalanan dari dan ke sekolah itulah, Ia mulai makan daun, biji-bijian dan buah-buahan yang ia temui.



Kadang juga ia menemukan sejenis jamur, atau rumput dan ia coba memakannya. Dari mencoba-coba makan itu semua, ia tahu mana yang masih bisa ditolerir oleh lidahnya dan mana yang tidak bisa ia makan.

Setelah jam pulang sekolah di siang hari dan juga sore hari, ia bergabung dengan beberapa tukang batu untuk membelah batu-batu besar dan memperoleh upah dari pekerjaan itu. Hasil kerja sebagai tukang batu ia gunakan untuk membeli beras dan obat-obatan untuk papanya.

Hidup seperti ini ia jalani selama 5 tahun tetapi badannya tetap sehat, segar dan kuat. Zhang Da merawat Papanya yang sakit sejak umur 10 tahun, ia mulai tanggungjawab untuk merawat papanya.

Ia menggendong papanya ke WC, ia menyeka dan sekali-sekali memandikan papanya, ia membeli beras dan membuat bubur, dan segala urusan papanya, semua dia kerjakan dengan rasa tanggungjawab dan kasih. Semua pekerjaan ini menjadi tanggungjawabnya sehari-hari.

Zhang Da menyuntik sendiri papanya. Obat yang mahal dan jauhnya tempat berobat membuat Zhang Da berpikir untuk menemukan cara terbaik untuk mengatasi semua ini. Sejak umur sepuluh tahun ia mulai belajar tentang obat-obatan melalui sebuah buku bekas yang ia beli.

Yang membuatnya luar biasa adalah ia belajar bagaimana seorang suster memberikan injeksi / suntikan kepada pasiennya. Setelah ia rasa mampu, ia nekat untuk menyuntik papanya sendiri. Sekarang pekerjaan menyuntik papanya sudah dilakukannya selama lebih kurang lima tahun, maka Zhang Da sudah terampil dan ahli menyuntik.

Ketika mata pejabat, pengusaha, para artis dan orang terkenal yang hadir dalam acara penganugerahan penghargaan tersebut sedang tertuju kepada Zhang Da, pembawa acara (MC) bertanya kepadanya, 

"Zhang Da, sebut saja kamu mau apa, sekolah di mana, dan apa yang kamu rindukan untuk terjadi dalam hidupmu? Berapa uang yang kamu butuhkan sampai kamu selesai kuliah?

Besar nanti mau kuliah di mana, sebut saja. Pokoknya apa yang kamu idam-idamkan sebut saja, di sini ada banyak pejabat, pengusaha, dan orang terkenal yang hadir.

Saat ini juga ada ratusan juta orang yang sedang melihat kamu melalui layar televisi, mereka bisa membantumu!"

Zhang Da pun terdiam dan tidak menjawab apa-apa. MC pun berkata lagi kepadanya, "Sebut saja, mereka bisa membantumu."

Beberapa menit Zhang Da masih diam, lalu dengan suara bergetar ia pun menjawab, 

"Aku mau mama kembali. Mama kembalilah ke rumah, aku bisa membantu papa, aku bisa cari makan sendiri, Mama kembalilah!"

Semua yang hadir pun spontan menitikkan air mata karena terharu. Tidak ada yang menyangka akan apa yang keluar dari bibirnya. Mengapa ia tidak minta kemudahan untuk pengobatan papanya, mengapa ia tidak minta deposito yang cukup untuk meringankan hidupnya dan sedikit bekal untuk masa depannya?

Mengapa ia tidak minta rumah kecil yang dekat dengan rumah sakit? Mengapa ia tidak minta sebuah kartu kemudahan dari pemerintah agar ketika ia membutuhkan, pasti semua akan membantunya.

Mungkin apa yang dimintanya, itulah yang paling utama bagi dirinya. Aku mau Mama kembali, sebuah ungkapan yang mungkin sudah dipendamnya sejak saat melihat mamanya pergi meninggalkan dia dan papanya.



Kisah di atas bukan saja mengharukan namun juga menimbulkan kekaguman. Seorang anak berusia 10 tahun dapat menjalankan tanggung jawab yang berat selama 5 tahun. Kesulitan hidup telah menempa anak tersebut menjadi sosok anak yang tangguh dan pantang menyerah.

Zhang Da boleh dibilang langka karena sangat berbeda dengan anak-anak modern. Saat ini banyak anak yang segala sesuatunya selalu dimudahkan oleh orang tuanya. Karena alasan sayang, orang tua selalu membantu anaknya, meskipun sang anak sudah mampu melakukannya.



------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Dikutip dari artikel kesehatan  www.kompas.com oleh PNO, dengan penyesuaian seperlunya.