Assalamu`alaikum

Assalamu`alaikum
"Tuhan, aku sadar hidup hanyalah perjalanan sementara, maka izinkanlah aku mengisi waktu yang sementara ini dengan kebaikan & kebahagiaan cinta kasih yang Kau Ridhai. Dan kembali pada Mu dengan segala keberkahan"
Tampilkan postingan dengan label My inspiration story. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label My inspiration story. Tampilkan semua postingan

Minggu, 31 Agustus 2014

WEDDING SISTER


….Keluarga sudah mulai terlihat sibuk berkumpul di depan, sambil menunggu kehadiran pihak dari keluarga lelaki. Semua menunggu dengan harap-harap cemas, berdo`a di dalam hati agar semua proses acara berjalan dengan hikmat.  Aku melihat seluruh sudut rumah yang dengan keadaan berbeda dari biasanya, dekorasi, suasana keramaian, sanak saudara, tetangga, dan banyak juga orang yang tidak aku kenal lainnya sedang sibuk mempersiapkan kebutuhan acara pernikahan kakak.

          “Akhirnya kakak menikah, akhirnya kakak di ambil orang, akhirnya hal yang sekedar dalam bayangan kami di masa remaja dulu, sekarang tiba jadi kenyataan” dalam hatiku berbisik haru, dan pandanganku berhenti tepat di pintu kamar kakak kemudian teringat  kalo kakak memanggil ku dari tadi untuk menemaninya di kamar. Akupun langsung bergegas menuju kamar.
          Kulihat kakak mondar-mandir mengitari kamar, terlihat gugup dengan penampilan yang sudah berbeda.
          “Nikahh juga yooo, akhir nyaaa. Hahhahhah, enak lha nanti hihihi” goda ku, melihat kakak yang begitu tegang.
          Kakak  begitu berbeda hari ini, ada aura berbeda yang terpancar, dan lebih cantik pastinya. Walau terlihat begitu gusar, tapi wajah nya tetap menggambarkan kebahagiaan, kebahagiaan untuk kehidupan baru yang sudah di depan mata, menjalankan sunnah Rasul untuk menyempurnakan agamanya.
          Aku terus memandangi kakak dengan senyum, sesekali tertawa melihat kakak cemas karena nervous, berjalan mengitari kamar, ke kanan dan ke kiri. Berkali-kali kakak becermin, dan sesekali melamun, aku yakin dia berdo`a dalam lamunan nya untuk kelancaran acara akad nikah yang tinggal menunggu hitungan jam.
“Udah datang semua? Gimana udah bagus gak? ada yang kurang gak?”pertanyaan yang sama dalam waktu berdekatan berulang kali di tanya padaku.
“UDAHH !!!, UDAHH, GAk ada yg kuranggg!!” jawab ku, dari jawaban yang paling lemah lembut sampai berubah menjadi jawaban yang singkat dan akhirnya cuma sebatas senyuman dan anggukan sebagai kode bahwa semua sudah beres.
“Jangan gitu donkk , karena belum tau aja perasaan kakak gimana sekarang, ntar deh gantian ngerasain” ucap kakak, dan masih bercermin membenarkan hijab yang dari awal tidak ada salahnya.
“Kayanya ara masih lama lho kak,, jadi jangan bilang-bilang nyusul dulu dehh, emang gimana sih rasanya mau nikah?.. aku kok jadi takut ya” jawab ku sambil merebahkan badan di tempat tidur.
“kok takut?? ada yang parno` ni yee hahai?? dulu mikirin kuliah terus?terus sambung kerjaan, terus apalagi,udah dapat PR tuww, Jangan lupa pesan bunda jangan lama-lama nyusul, gantian kena` teror nikah kita haahhaha” jawab kakak lebih santai sedikit mencairkan kegelisahannya, dan akhirnya duduk juga di tempat tidur, mungkin karena mulai terasa lelah karena mondar-mandir dari tadi.

“udahhh ah….. heboh ya,,,, emang kita lagi lari estafet apa??,, kakak tenang aja. Jadi gimana rasanya yang mau bersuami itu, issshh malu sendiri mikirin nya..” tanyaku mengembalikan topik bahasan.
“Rasanya yang pasti lebih banyak bahagia daripada sedihnya, bahagia karena akhiranya kita bisa melaksanakan Sunnah rasul, menyempurnakan agama, bisa bener-bener bersama dengan orang yang kita cinta , udah halal, udah jadi muhrim, cintanya udah di kasih lampu hijau dengan Allah. Sedihnya mungkin karena bakal gak sering sama-sama keluarga lagi, gak sepenuhnya ngelewati hari-hari dengan ayah bunda dan kalian semua,, tapi kalo satu kota kaya` kakak gini kan enak sering main ke rumah nanti” lanjut kakak melengkapi jawabannya, dan membuat ku timbul seribu pertanyaan baru.
“Jadi kita pisah ya intinya??.. gak bisa tidur bareng lagi ceritanya, gak gosip sama lagi ni?? Tanya ku sambil memandangi dekorasi kamar pengantin.
 “hahahahah, raaa,raa  tidur jangan donk, mengganggu nanti ckckck,hhmmm tapi bisa sih kalo mas Ai gak ada hehehee. Tapi yang paling penting  jangan lupa kalo sebenarnya gak pernah ada kata pisah untuk saudara, berbagi cerita tetap donkk, karena bergosip sesama wanita tetap lebih seru :D” jawab kakak santai dan kembali berdiri, tapi kali ini ke toilet, aku sendiri cuma melamun dan berfikir, masih memandangi setiap sudut kamar yang sudah di penuhi hiasan.
Akhirany hari spesial itu datang,hari yang di harapkan hanya ada sekali seumur hidup, yang di doakan akan berjalan dengan berkah. Itu yang ada di benak kami semua saat ini.
Sejenak aku sedang membuka album-album foto di hp,foto bersama keluarga, bersama kakak. Ku pandangi satu-satu foto kami masih kecil, sekolah, kuliah, sampai sudah bekerja, dan tanpa sadar aku ingin menangis, dan setetes air mata yang keluar langsung ku hapus karena kakak sudah keluar dari toilet.
Bagi ku ini pastilah bukan sebuah perpisahan yang menyedihkan, tapi pertemuan dua keluarga yang membahagiakan, yang membuat perasaan ku dan keluarga menjadi haru biru. Ketika kami harus kembali membagi seseorang yang selama ini bersama kami, tapi lebih tepat nya bukan membagi, tapi menyerahkan kepada orang lain, yang insyallah dapat mempertanggung jawabkan kebahagiaan dalam kehidupan kakak.
          “eeii kak, nanti awas aja kalo sombong mentang udah nikah, udah jarang nelfon n BBM lg, aku bakal curhat dengan siapa donk, pasti kakak bakal sibuk udah gak bisa sering di hubungi lagi tuw, udh ada si “MAS” “MAS”. Tanyaku, sambil bercanda, yang sebenarnya  memikirkanya dengan serius.
“telfon balik donkkk, ada pulsa kan ??? selama lagi gak sibuk kenapa enggak, takut kesepian ya  ahahha.. memang sunyi kalo gak ada kakak kan??..kamu juga selama ini kakak mau cerita selalu sibuk, nahh sekarang gantian, biar tau rasanya hehhehe”  jawab kakak.
 “Nanti semakin kita dewasa, kamu bakal ngerti, ada banyak hal yang harus kita putuskan sendiri, bakal banyak hal yang akan kita simpan sendiri, tanpa harus cerita dengan orang lain, kalo dulu selalu sama-sama, gak pernah ada rahasia, ada saat nya nanti kalo kamu menikah, kita punya keluarga masing-masing, ada beberapa hal yang sedikit berubah, bukan berpisah, tapi melakukan beberapa hal dengan lebih mandiri bersama keluarga baru kita, itu lha kehidupan, akan ada perubahan dengan sendirinya, tapi gak ada yang bisa memutuskan sebuah hubungan persaudaraan dan keluarga, termasuk pernikahan, kita hanya lebih banyak berbagi, dengan keluarga baru kita, dengan keluarga kita, ada yang menjadi prioritas dalam mengurus sesuatu. Dan kamu pasti bakal cepat ngerti. Lagian kamu kan gak lama lagi nyusul, hihihihi.. pokok nya ingat aja pesan kakak selalu” jawab kakak begitu lengkap, begitu menjadi fikiran baru yang harus aku renungkan dan aku mengerti.

Tidak lama kemudian, salah satu anggota keluarga pun memanggil  mempelai wanita keluar agar acara segera berlangsung.
“hhhhuuuufffffffffffff…….bismillahh, semoga semua lancar ya, amien Ya Allah” ucap kakak memasang wajah gugup di hadapan ku.
“everything is gonna be alright bob, bismillah” ku peluk kakak sebelum membawa nya keluar kamar.
Dan  acara pun dimulai, di tengah acara aku berdo`a agar semua berjalan lancar termasuk acara resepsi esok harinya. Tapi aku juga tidak lepas dari fikiran-fikiran galau ku yang mendramatisir keadaan.  
Aku yakin jika nanti tiba saatnya, akan ada banyak hal yang tidak sempat aku ceritakan, akan ada banyak hal yang tidak lagi kakak ceritakan. Akan ada perbedaan yang secara wajar terbentuk dengan sendirinya, jika di bandingkan dulu ketika aku dan kakak selalu mengisi waktu satu sama lain. Tidak ada hal yang ku tutupi dari kakak, dari masalah sekolah, marah dengan anggota keluarga lain,  hingga masalah pacar dari A sampai dengan Z, kakak lha yang paling tau, begitu juga sebaliknya.   
empat tahun silam aku masih ingat apa yang kakak katakan, saat aku dan kakak masih sama-sama merantau jadi mahasiswa, saat-saat dimana kakak yang selalu harus menghemat uang nya jika kami mau pergi, saat dimana kami hanya bisa nonton DVD daripada nonton bioskop jika tidak punya uang, saat dimana kakak hampir bosan jika aku bercerita tentang mantan-mantan pacarku, tentu saja bosan karena dia lebih menyarankan aku untuk tidak pacaran sebelum punya rencana menikah.  Kakak pernah bilang…
“Nanti kalo kakak udah tamat, dapat kerja, kakak gak mau nikah dulu, kalo udah punya duit sendiri, kita jalan-jalan, kita nanti beli ini, beli itu….,” dan kakak sudah lebih dari cukup membuktikan itu semua, sudah saatnya kakak dengan masa depan nya yang baru, kebahagiaan baru, kehidupan yang baru, Akupun tersenyum sendiri mengingat hal-hal lucu dulu bersama kakak.
Ijab Qabul pun selesai yang alhamdulillah terlewati dengan lancar, sekarang kakak sudah tidak single lagi. Ini yang namanya jodoh, Allah beri jalan, kita yang berusaha, kita yang memperjuangkan agar semua menjadi lebih baik. `Jodoh di tangan Allah`memang benar, tapi kita yang berperan dalam proses pemilihannya. Dan kembali teringat yang kakak bilang..
“jangan pacaran sembarangan, ingat, kalo kita jahat dan gak bisa jaga diri, kita bakal disandingkan dengan cerminan kita. Perbaiki diri sebanyak-banyakya, banyak berdo`a termasuk soal jodoh, sabar , karena semua udah di atur dengan Allah, semua bakal indah pada waktu nya, makanya perindah apa yang kita buat”. Salah satu pesan singkat yang sering kakak ulang ketika aku lupa, ketika aku sedih.
          Kakak selalu berusaha membuktikan apa yang di katakannya, ketika dia mengatakan
“jangan silau dengan materi, coba lihat lebih dekat secara keseluruhan, gimana agama, prilaku, karakternya yang akan di pilih, bukan menunggu yang sempurna, tapi cari yang ketika kita bertemu dengan dia, ada hal-hal baik yang bertambah dalam diri kita terutama hal baik pada Allah”.  dan kakak menunjukan itu hingga dia benar-benar pada pilihan yang dia berani mengatakan…
“Insyallah ini yang terbaik yang Allah tunjukan, bukan mereka, bukan yang lain”
Ada begitu banyak pesan yang kakak beri pada ku, dari aku kecil, remaja, dewasa, sampai detik ini, dan aku yakin seterusnya kakak akan menjadi penasehat dan pendengar yang baik untuk ku.
Ada banyak hal yang saat ini ingin aku ucapkan pada kakak, mungkin terlihat konyol dan aneh kalo aku ucapkan secara langsung,,,,
“semoga kakak bahagia,semoga kakak bahagia, semoga kakak bahagia, semoga kakak bahagia, semoga kakak bahagia, dan dari keseluruhan yang ingin aku utarakan intinya, semoga kakak bahagia dunia dan akhirat dengan orang-orang yang kakak cintai”. Ucapku dalam hati di tengah rasa syukur atas acara yang telah berlangusng dengan hikmad.

Melihat kakak dan suaminya yang sedang bersalaman dan meminta izin dengan keduabelah pihak orang tua, aku jadi ingat yang tadi kakak katakan.
“semoga setelah kakak, Rommy dan kemudian kamu segera menyusul di waktu yang tepat dan dengan orang yang tepat. Sekolah, kuliah, bekerja, mengenal, dan kemudian  menikah, semua ada masa dan prosesnya, kakak juga ngelewati itu. Jadi di wajibakan untuk sabar, jangan sedih, jangan ngerasa sepi, semua do`a Insyallah akan di genggam Allah, dan akan di Lepas nya satu persatu sesuai waktunya, semua akan indah pada waktu nya, tetap istiqomah, tetap tawaqal” . Kembali aku mengingat ucapan yang kakak bilang tadi, sebelum acara akad di mulai.
Semakin lama aku sadar, akan ada saat nya, yang selalu bersama kita akan pergi bersama orang lain, karena apapun dan siapapun itu, mereka bukan milik kita, tapi Allah menitipkan pada kita untuk mempelajari banyak hal dari sesuatu itu, akan ada saat nya kita wajib berbagi bahkan merelakan orang-orang yang kita cintai berjalan di jalannya masing-masing, dengan rasa bahagia dan do`a yang terbaik, kita akan selalu ada untuk mereka jauh ataupun dekat, itulah keluarga.
“HAPPY WEDDING MY LOVELY SISTER, WISH U ALL THE BEST”


“Terlihat kecantikan yang bertambah anggun hari itu
Dengan senyuman halus yang menggambarkan kegugupan dan rasa haru
Cahaya mata yang menunjukan kebahagiaan yang telah lama di nanti
Dia tertegun diam ketika semua orang melihat ke arahnya
Tapi tetap melangkah pasti dan duduk di tempat yang indah
Kemudian sirnalah semua kegugupan di raut wajahnya
seketika sang wanita telah di dampingi prianya
Dia tidak sadar telah meneteskan air mata kebahagiaan
Bersusyukur atas segala karunia yang telah dilimpahkan sang maha cinta
                   Mencium ayah dan ibu yang begitu di kasihinya
Mempercayai hidup nya dengan orang lain
Seseorang yang awal nya asing menjadi orang terdekat
Seseorang yang akan menjadi imam dalam hidupnya
Yang menjadi panutannya
Semoga Ridha Allah menyertai dia dan Prianya
Dalam keadaan apapun
Semoga mereka bahagia sampai maut memisahkan



___00___

Rabu, 02 Oktober 2013

Saidatina Fatimah & Saidina Ali


   
Ada rahasia terdalam di hati Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.


    Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn 'Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka'bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Mengagumkan!
Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu
"Allah mengujiku rupanya", begitu batin ’Ali.
Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakar. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakar lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti 'Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakar menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara 'Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.
Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakar; 'Utsman, 'Abdurrahman ibn 'Auf, Thalhah, Zubair, Sa'd ibn Abi Waqqash, Mush'ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti 'Ali.
Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakar; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, 'Abdullah ibn Mas'ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan 'Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakar sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah.
'Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. "Inilah persaudaraan dan cinta", gumam 'Ali.
"Aku mengutamakan Abu Bakar atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku."
Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan
Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu.
Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut.
'Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. 'Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah 'Ali dan Abu Bakar. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya 'Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, 'Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, "Aku datang bersama Abu Bakar dan 'Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan 'Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan 'Umar.."
Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana 'Umar melakukannya. 'Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi.
'Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka'bah. "Wahai Quraisy", katanya. "Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang 'Umar di balik bukit ini!" 'Umar adalah lelaki pemberani. 'Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. 'Umar jauh lebih layak. Dan 'Ali ridha.
Cinta tak pernah meminta untuk menanti
Ia mengambil kesempatan
Itulah keberanian
Atau mempersilakan
Yang ini pengorbanan
Maka 'Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran 'Umar juga ditolak.
Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti 'Utsman sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi'kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.
Di antara Muhajirin hanya 'Abdurrahman ibn 'Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa'd ibn Mu'adz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn 'Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?
"Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?", kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. "Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.. "
"Aku?", tanyanya tak yakin.
"Ya. Engkau wahai saudaraku!"
"Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?"
"Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!"
'Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.
"Engkau pemuda sejati wahai 'Ali!", begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan- pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya. Lamarannya berjawab, "Ahlan wa sahlan!" Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.
Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.
"Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?"
"Entahlah.."
"Apa maksudmu?"
"Menurut kalian apakah 'Ahlan wa Sahlan' berarti sebuah jawaban!"
"Dasar tolol! Tolol!", kata mereka,
"Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !"
Dan 'Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.
Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, 'Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti.
'Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, "Laa fatan illa 'Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!" Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti 'Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.
Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada 'Ali, "Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda"
'Ali terkejut dan berkata, "kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?"
Sambil tersenyum Fathimah berkata, "Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu" ini merupakan sisi ROMANTIS dari hubungan mereka berdua.
Kemudian Nabi saw bersabda: "Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut."
Kemudian Rasulullah saw. mendoakan keduanya:
"Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak." (kitab Ar-Riyadh An-Nadhrah 2:183, bab4)


Created : inmotivasi.blogspot


Rabu, 18 September 2013

AIR MATA RASULULLAH


Mari kita simak sebuah kisah yang sangat mengharukan... dan mungkin akan membuat kita menitikkan air mata....

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut.

Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bagian demi bagian wajah anaknya itu hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya.

Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. "Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.

"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."

Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.

"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi.

"Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. "Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.

Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanukum --peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu."

Diluar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku"

Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik alaaa Rosuulillah wa salim 'alaihi
subhanallaaaah....
Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

lalu pengorbanan apa yang bisa kita berikan pada beliau?????


by : islamic motivation

Selasa, 14 Mei 2013

Waktulah Yang Menyelamatkan Cintamu


       Seringkali kita bertanya, mengapa sih harus ditemukan kalau ternyata tidak bisa memiliki? Dan itulah yang membuat banyak orang berpikir bahwa cinta itu menyedihkan. Sesuatu yang hanya membawa kesedihan dan patah hati.
Banyak orang yang merasa takut membuka hatinya kembali untuk orang lain. Karena tak ingin merasakan sakit sekali lagi. Tetapi... percayalah bahwa sakit itu akan segera pergi. Karena waktu yang akan menyembuhkannya, waktu yang akan menyelamatkan cinta.
   Suatu hari di sebuah pulau tinggallah semua perasaan di dalamnya. Ada kebahagiaan, kesedihan, pengetahuan, kekayaan, dan lain-lainnya, termasuk cinta. Entah karena sebab apa, pulau tersebut hendak tenggelam. Semua bergegas meninggalkan pulau tersebut dengan perahu, kecuali cinta.
Cinta percaya bahwa apabila ia tinggal, pulau itu akan selamat. Cinta akan menunggu sampai detik terakhir.
Dan di saat pulau benar-benar nyaris habis tenggelam, cinta kebingungan mencari pertolongan. Ia berteriak pada setiap perahu yang lewat di depannya.
                Saat perahu kekayaan lewat, ia berteriak "hai kekayaan, maukah kau membawaku serta di dalam perahumu?" Dengan angkuh kekayaan menjawab, "ahhh tidak bisa. Tidak ada tempat yang cukup untukmu. Aku ingin membawa semua hartaku, emas dan perak ini harus kuangkut semua." Kemudian ia pergi meninggalkan cinta.
           Lalu, lewatlah kesombongan di depan cinta dengan perahunya yang megah. "Wahai kesombongan, tolonglah aku. Aku tidak ingin tenggelam." Jawab kesombongan, "hmm... sebentar akan kupertimbangkan. Ah, tidak bisa cinta. Kamu sudah basah kuyup, dan aku tidak mau mengotori perahuku," ungkapnya sambil beranjak pergi.
Tak berapa lama kesedihan lewat dengan perahunya. "Kesedihan, tolonglah. Bawa aku pergi di perahumu." Jawabnya, "maaf cinta, aku tidak bisa. Aku terlampau sedih dan aku hanya ingin pergi sendiri saja."
Cinta tak tahu harus berharap pada siapa lagi, sampai kebahagiaan lewat di depannya. Dan ia berteriak-teriak penuh usaha agar kebahagiaan mau berhenti membawanya. Sayangnya, kebahagiaan terlalu bahagia, sehingga ia tak mendengarkan teriakan cinta.
        Dan ketika cinta sudah sangat putus asa, sebuah suara memanggil. "Ayo naiklah ke perahuku, akan kuantar kau ke seberang sana." Cintapun dibawa dan diselamatkan ke sebuah pulau subur yang kokoh. Yang tidak akan tenggelam lagi.
Tanpa menoleh lagi, si penolong itu pergi tanpa meninggalkan nama. Karena merasa penasaran dan berhutang budi, cinta bertanya kepada pengetahuan. Siapa gerangan yang telah menolongnya tadi.
"Cinta, yang menolongmu tadi adalah sang waktu," jawab pengetahuan.
"Waktu? tetapi... mengapa ia menolongku?" tanya cinta.
                 Pengetahuan tersenyum dengan bijaksana dan menjawab, "karena hanya sang waktulah yang mengerti betapa berharganya cinta dalam hidup."
Dan saat kau kecewa serta patah hati dalam nama cinta, biarkan waktu yang akan menyembuhkanmu.


Created by : #ra
    -Sumber : http://www.vemale.com

Rabu, 08 Mei 2013

Cinta Suci Anisa


         Saya tidak pernah mengira, adik lelaki saya yang bisa ganti pacar 3 kali setahun, melabuhkan cintanya pada seorang perempuan biasa hari ini dalam bahtera pernikahan. Sebelumnya Nino selalu gonta-ganti pacar. Dari yang wajahnya unyu, yang bodynya seksi, yang anak punk, hingga seleb twit. Kalau sudah bosan, Nino akan meninggalkan pacar-pacarnya begitu saja.
Kalau sudah begini, saya yang repot. Pasalnya, Nino lebih berani mengenalkan semua pacarnya kepada saya daripada ke mami. Maklum, mami kami orangnya seperti scanner dan investigator jadi satu. Kalau ketemu pacar anaknya, bisa dilihat dari ujung rambut sampai ujung kaki. Waktu makan bareng juga pertanyaannya banyak, bertubi-tubi sampai bikin semua pacar dan gebetan saya serta Nino paling kecemasan kalau diajak ke rumah.
               Oke, kembali pada topik, si Nino. Ketika Nino menghilang dari kehidupan pacarnya, maka gadis-gadis itu akan datang pada saya, kakak perempuannya. Mereka bisa telepon saya di tengah malam atau pagi buta hanya untuk nangis-nangis laporan kalau mereka nggak bisa melupakan Nino. Saya pun jadi sibuk menenangkan dan menganjurkan mereka untuk melupakan Nino.
“Gila kamu, No. Kamu pelet pakai apa sih anak-anak itu sampai susah banget dibilangin buat move on?” tanya saya suatu ketika pada Nino,
“Yah, maklum dong, Kak. Mereka kan kebanyakan anak SMA sama semester awal gitu. Jadi masih agak sinetron gitu deh. Ntar juga lupa sendiri,” kata Nino sambil asik main video game.
“Kamu juga kenapa sih nggak awet banget sama satu cewek? Sinta ya Sinta aja, kenapa kudu TTM-an sama si anak punk itu. Ng.. siapa tuh namanya?” tanya saya.
“Kiki, Kak Nin.. ADUH! Tuh kan aku jadi nabrak. Ahh.. Kak Nina sih pakai sebut nama keramat itu,” keluh Nino.
              Melihatnya kalah bermain game, saya justru tertawa terbahak-bahak. “Ya gitu kalo kebanyakan ‘istri’. Kuwalat tuh karena kamu suka mainan cewek trus kalo udah putus Kak Nina yang disuruh mutusin.”
Nino meringis kecil, “Ahh.. itu kan adiknya Kak Nina juga.”
Huff.. benar juga. Mantan-mantan Nino memang kebanyakan masih ABG yang terdramatisir. Ouch… Pikir mereka karena saya dikenalkan pada mereka lantas mereka sudah bagaikan ‘adik ipar’ saya. Pakai add saya di akun Facebook mereka untuk dicantumkan di daftar keluarga mereka sebagai ‘Sister’. Lalu karena saya adalah orang yang tidak tegaan, saya nggak enak dong mau menghapus mereka dari ‘Kartu Keluarga Facebook’ saya.
Jadilah saya punya ‘adik-adik’ yang nggak kalah memusingkannya dari Nino. Punya Nino saja sering bikin saya pusing. Seringkali saya kasihan sih setiap kali Nino bawa pacar barunya kepada saya. Seolah saya sudah tahu endingnya akan bagaimana. Tapi yang paling parah adalah ketika Nino memutuskan seorang mantan pertamanya saat masih SMA bernama Tari.
                Tari anak bungsu dan sepertinya anak kesayangan. Wajahnya manis, rambut panjang lurus berponi dengan gaya bicara yang manja-manja tapi menyenangkan. Tapi karena Tari gampang cemburu, Nino jadi enggan dan memutuskan Tari. Awalnya Tari jual mahal, tapi setelah tahu Nino sudah menggandeng anak paling seksi di sekolahnya yang bernama Brenda, Tari datang ke kampus saya sambil menangis.
“Kak Nina.. Kak Nina, Tari nggak bisa hidup tanpa Nino. Tari sayang banget sama Nino,” ujarnya terisak-isak di kantin kampus sampai banyak pasang mata melihat ke arah kami. Malu banget sih, tapi Tari terlihat lemas karena mengaku belum makan, jadi saya ajak ke kantin untuk makan.
“Ya udah, Tari sayang. Kamu jangan sedih terus, ya? Mungkin perpisahan ini bisa mendewasakan kalian. Kakak yakin kok banyak pria yang lebih baik buat Tari,” kata saya seperti adegan-adegan sinetron sambil membelai rambutnya.
         Tari menggeleng dan mengusap air mata dengan tisu satu gulung yang sudah tersisa separuhnya. “Nggak bisa, Kak. Tari lebih baik mati aja kalo nggak ada Nino, Kak.”
Waduh, nggak lucu nih kalau sampai Tari benar-benar mau bunuh diri. Karena Tari mengaku sebelumnya dia sempat akan bunuh diri di toilet sekolah dan diselamatkan teman-temannya. Nino mengakui kejadian itu ketika saya tanya. Gara-gara hal ini, hampir setiap malam saya ditelepon Tari yang menceritakan kegalauannya.
Namun itu kisah lama. Seorang gadis berjilbab bernama Anisa menjadi pamungkas tingkah genit Nino. Wajahnya tidak cantik karena makeup tebal yang sering saya lihat pada wajah pacar-pacar Nino sebelumnya. Anisa sering menunduk tapi kalau orang melihat wajahnya, memang akan betah karena senyumnya sangat ramah dan manis. Ia anak Abah Usman, seorang tetangga yang sering jadi imam di masjid perumahan.
Abah Usman terkenal keras, religius dan disiplin. Anaknya tiga dan Anisa adalah satu-satunya anak perempuan. Anisa kebetulan satu kelas dengan Nino di kampus. Awalnya Nino bilang hanya iseng mendekati Anisa. Siapa sangka Anisa bisa bikin Nino penasaran?
            Ternyata Anisa tidak mengenal istilah pacaran. Ketika didekati oleh Nino beberapa kali dan si playboy itu hendak menembaknya, Anisa berkata, “Maaf, Mas. Terima kasih sudah jujur, tapi Anisa nggak bisa terima cinta yang belum halal.”
Awalnya Nino masa bodoh dengan hal itu. Ditolak ya sudah, memang Nino tidak terlalu mengharapkan Anisa. Namun, mungkin memang sudah waktunya Nino belajar. Anak itu seperti terusik harga dirinya karena ditolak Anisa. Nino pun mulai rajin sholat ke masjid, tapi tujuannya tak lain adalah untuk mematahkan prinsip Anisa. Nino pikir kalau dia sholat, maka Anisa akan bersedia menjadi kekasihnya.
Sayangnya, Anisa tidak begitu terkesan dengan hal itu. Begini kata Anisa, “Sholatlah karena Allah, Mas. Bukan karena ingin membuktikan kepada Anisa.”
          Sontak kalimat tersebut ‘menampar’ Nino. Adik bungsu saya itu belum pernah ditolak oleh anak perempuan yang ditaksirnya. Namun kali ini Anisa tidak hanya menolak permainan cintanya, namun juga menunjukkan keteguhan prinsipnya bahwa dia tidak bisa disamakan dengan gadis-gadis yang selama ini dipacari Nino.
Sejak saat itu, Nino agak pendiam dan selama beberapa bulan tidak mengenalkan gadis manapun pada saya. Namun pernah suatu kali saya dan mami terhenyak karena Nino mengaji setelah maghrib. “Kok tumben Nino ngaji, Nin?” tanya mami pada saya. Senyum kecil saya mengiringi jawaban pada mami, “Habis ditolak sama anaknya Abah Usman, Mi. Kena hidayah kayanya.”
Begitulah Nino jadi rajin sholat dan mengaji. Celana jeansnya yang sering dipakai melorot, kini dinaikkan ke pinggang. Pakaiannya lebih rapi, kadang-kadang pakai baju koko, Nino juga jadi lebih wangi dan lebih serius kuliahnya. Ketika saya meledek, “Dahsyat juga nih efeknya Anisa?” Nino hanya senyum dan berkata, “Nino kan udah gede, Kak. Udah bukan waktunya main-main lagi.”
          Satu semester kemudian Nino lulus kuliah setahun lebih cepat. Tanpa berlama-lama, Nino melamar pekerjaan. Dan tanpa pernah saya dengar dia berpacaran dengan Anisa, beberapa bulan setelah Nino bekerja, ia mengutarakan niatnya melamar gadis berjilbab itu. Dia minta ijin pada saya untuk menikah lebih dulu.
Saya tidak banyak berpikir dan mengiyakan permintaannya. Awalnya saya ragu kalau tanpa pacaran apa lamaran itu bisa diterima. Ternyata Abah Usman yang terkenal sangat protektif terhadap Anisa bahkan dengan senyuman menyambut maksud baik Nino dan keluarga kami. Saya sendiri saja pacaran dua tahun masih sering takut dan sungkan dengan orang tua pacar saya.
           Hari ini adalah hari pernikahan keduanya. Semalam saat mengunjungi Anisa yang fitting baju pengantin, saya sempat sharing dan bertanya, “Kenapa kamu bisa terima Nino begitu saja padahal belum pernah pacaran? Kamu tolak juga kan sebelumnya?”
            Seperti biasa, dengan senyum manisnya Anisa menjawab. “Kelihatannya aneh kan, Kak? Tapi menurut Anisa, Nino sudah memahami cinta yang halal, jadi Anisa dan Abi bisa terima. Nggak pacaran bukan berarti nggak cinta, Kak. Cinta kami saling bertautan menuju Allah. Daripada pacaran, halalkan saja dengan pernikahan.”
Mendengar hal tersebut, saya sedikit tertegun. Sebagai wanita saya sebenarnya baru mengerti pola pikir ini. Anisa. Namun saya akui Anisa benar, dia memang punya prinsip mengenai cinta dalam agamanya, yang lebih saya kagumi adalah keteguhannya sebagai wanita muslim. Anisa mampu menjaga hati dan mengajarkan Nino bagaimana merawat cinta hingga tiba waktunya mereka menghalalkannya.
      Saya merasa lega Nino mendapatkan wanita yang baik dan mengakhiri petualangan cintanya yang sinetron banget. Kini Nino punya cinta yang halal, lebih realistis dan insya Allah bahagia selama-lamanya.




Sumber : 
(vem/gil)

Minggu, 17 Maret 2013

“KORIDOR CINTA DARI TUHAN”



 Sebelas tahun berlalu, tapi aku masih bertanya apa aku  masih bisa lari atau tidak dari koridor yang  sudah Tuhan tetap kan, bahwa aku adalah seorang ibu dari  dua orang anak dan seorang istri yang rasa cinta kepada suaminya masih dipertanyakan. Aku tidak pernah tau bahwa hati ternyata bisa  enggan bernegosiasi ketika di paksa untuk menolak apa yang dirasakannya.
Tidak tau apa yang terjadi, pagi itu mood ku benar-benar buruk. Mungkin dalam  masa PMS wanita, karena jadwal datang bulan ku  memang sebentar lagi. Hari  itu hari sabtu jadwal kerja yang paling cepat pulang, tapi aku ada kelas  jam 10 pagi, dan hingga jam  menunjukan pukul 08:45 aku juga belum selesai menangani pasien yang mengalami kecelakaan di depan rumah ku, karena harus dilakukan penjahitan  luka dibagian  tangan, jadi butuh waktu yang tidak sebentar dalam penanganannya.
      Akhirnya jam 09:30 semua urusan pasien selesai, giliran aku mempersiapkan diri untuk pergi, untungnya jarak antara rumah dan kampus tempatku  bekerja tidak terlalu jauh, tapi tetap saja akan terlambat beberapa menit dari  jadwal yang telah di tetapkan. Suamiku yang setiap akhir pekan  libur, juga membantu mempersiapkan sarapan ku, dia membelikan sarapan dan  membuat segelas susu untuk ku.
            “Ma, sarapan dulu ni, dari tadi belum  makan, nanti sakit” ajak suami ku yang mungkin pusing melihat ku mondar-mandir di rumah karena dikejar waktu .
“hhhhhmmmmmh….udah  lha, di kampus aja nanti, udah  telat ni ” jawab ku, yang sibuk menyiapkan pakaian dan segala hal yang akan di bawa.
“udah  papa siapin ini ma, nanti gak ada tenaga, ayo pokoknya harus sarapan dulu sini” paksa suami ku, sambil menarik tangan ku.
“hhhhhaaddduuhh….apasih pa, mama udah telat ini, jangan di ganggu dulu” tanpa sadar aku membalas cetus niat baik suami ku, dan kembali mempersiapkan semua.  Suami ku hanya diam dan menggelengkan kepala tanda dia membiarkan egoku menang dari sikap sabarnya.
Sebelum pergi aku pun sarapan seadanya, karena waktu tidak memungkinkan aku untuk menghabiskan sarapan. Di perjalanan aku pun berfikir, kenapa sampai sekarang aku masih membiarkan ego ku semena-mena dengan suami yang sangat mencintai aku. Mungkin karena aku tau  dia sangat mencintaiku dan tidak akan pergi meninggalkanku apapun yang terjadi, atau karena hati ku memang tidak bisa dipaksa untuk sepenuhnya berikan pada dia.
Sekilas aku  melihat pesta pernikahan, Aku teringat dulu, saat suami ku mempertahankan aku sendiri ketika pihak keluarga nya tidak menyetujui pernikahan kami karena alasan, aku yang pernah  membatalkan  rencana pernikahan  yang sudah  kami susun, dan  tanpa berfikir panjang aku yang bekerja di Medan  pergi ke Jakarta untuk mencari keyakinan hati, dan beberapa bulan kembali ke Medan  suamiku masih menunggu ku, dan  meyakinkan keluarganya bahwa aku pergi untuk alasan yang baik dan kedepannya tidak akan terulang lagi kesalahan yang sama.
            “Tuhan,  perjuangan nya yang sedemikan rupa, kenapa   Kau enggan  membantuku untuk meluluhkan  hati  ini  menyediakan sebuah ruang untuk mencintainya sepenuh hati,  Kau telah tetapkan aku untuk tetap berjalan di koridor  yang telah Kau  tentukan ini !” Tiba-tiba terbsesit  do`a di hati ku .
Pukul 10:35 aku  pun tiba di kampus dan mulai berkatifitas lagi, ternyata banyak kegiatan yang dilakukan di kampus sampai siang hari, dan  jika difikrkan ulang seandainnya aku tidak sarapan  mungkin aku bisa jatuh pingsan karena tidak ada waktu kosong sampai pukul 14:00 .
            Sorenya  setiba aku pulang kerja, aku  lihat mobil suami ku tidak ada. Aku tau suami ku pergi dari tadi siang sebelum aku pulang kerja, tapi aku tidak bertanta-tanya dalam hati dia kemana.
“pasti dia keluar ke tempat temannya” fikir ku santai. Tapi memang  biasanya dia mengajak anak-anak jalan, mungkin sekali-kali dia ingin pergi sendiri.
Seperti biasa aku  mengajak anak-anak bermain di halaman  rumah, aku pun bisa sambil membersihkan halaman rumah dan menata  bunga-bunga. Tiba-tiba Hp ku berdering menandakan masuk sms,
“Lina, aku lagi  ada sedikit masalah, perlu teman curhat untuk kasih solusi. Kamu ada waktu  gak di telfon ? By; Fredddy” isi sms dari Freddy..
Aku sedikit kaget, karena sudah hampir setahun kami tidak ada  komunikasi lagi dan mungkin sibuk dengan keluarga dan urusan masing-masing.
“Ya boleh, aku  lagi santai di rumah” balas ku, dan freddy pun langsung menelfon.
 Dan dia langsung  menceritakan  masalah yang ada, aku sebagai mantan pacar yang sekaligus teman baiknya berusaha  memberikan solusi terbaik untuk setiap masalah nya, terkadang jika aku  ribut dengan suamiku, aku juga sering meminta solusi dari dia.
Aku memang belum  hilang kontak dengan freddy, kami masih seperti sahabat. Dia akan cerita ketika dia ada masalah , begitu juga aku. Aku tidak tau apakah suami ku tau tentang hubungan kami atau tidak , tapi aku tetap berusaha menjaga perasaannya, untuk tetap menjaga jarak dan komunikasi yang terbatas dengan freddy.
            Seusai Freddy menelfon, aku pun mengajak anak-anak masuk karena sudah mulai senja. Dan sampai pukul 19:20, usai makan  malam suamikku juga belum menunjukan tanda-tanda pulang, aku  pun  tidak mencoba menghubunginya, aku  menonton TV sekalian menunggu nya pulang.
Tiba-tiba aku teringat ketika Freddy menelfon  tadi, dan aku pun  kembali teringat masa-masa lalu yang terjadi dan tenggelam dalam lamunanku. Sebenarnya freddy lha sosok yang membuatku  membatalkan rencana pernikahan  dengan suamiku, dia datang lagi dan aku tau perasaan kami belum hilang.
 Aku yang berada di Medan dan dia di Jakarta, mungkin karena jarak yang terlalu jauh, membuat kami tidak pernah yakin untuk membuat komitmen khusus dalam  hubungan, semenjak  dia pindah ke Jakarta dan  mulai dari itu hubungan kami terasa sulit dan akhirnya kami meilih untuk putus.
Selama kami putus, Freddy pernah berkunjung ke Medan, aku bertemu dia, kami saling jujur bahwa masing-masing dari kami punya pasangan, tidak bisa di pungkiri satu sama lain dari kami masih punya perasaan yang sama, dan akhirnya kami berusaha untuk menjaga perasaan dan meyakinkan hati untuk melepas pasangan kami dan kambali bersama pada waktu yang tepat. Walau kami tidak bisa pastikan itu kapan.
Aku tidak pernah  merasakan siapapun hadir di hidupku termasuk Frans (suamiku) ketika aku bersama Freddy, aku tidak pernah membayangkan siapa-siapa ketika dia berada di sisiku, bagaimana aku berusaha untuk menolak perasaan ini, menjaga hati ku untuk Frans tapi tidak juga pernah berhasil.
Hilang  kemudian kembali, Hilang dan kembali lagi, dan hilang dalam waktu yang cukup lama begitulah keadaan hubungan ku dengan Freddy, sehingga aku lebih cenderung dengan Frans dan  menghabiskan waktu bersama sehingga terciptalah  rencana pernikahan pertama kali yang sebenarnya masih aku ragukan.
            Aku masih teringat, ketika aku lari ke Jakarta untuk dua tujuan. Memang pada awalnya aku ke sana untuk urusan kerjaan dan kuliah, urusan  yang kedua aku ingin memastikan bahwa harapan ku pada Freddy memang tidak ada lagi, kemudian aku harus bisa merelakannya.
Setiba di Jakarta aku kembali berjumpa dengan Freddy dengan status kami yang masih bersama pasangan masing-masing, dan ternyata ketika kami berjanji untuk perjumpaan berikutnya, dia menghilang tanpa memberi kabar, aku mencoba menghubungi dan akhirnya aku tau dia bersama pacarnya.
Mungkin terlalu bodoh untuk aku mempertahankan ini, aku berfikir cukup lama dan selesai urusan kerjaan dan kuliah ku, aku pun kembali ke Medan dengan membawa perasaan campur aduk, sakit hati,  marah, semua bercampur di hati, seharusnya beberapa bulan di Jakarta menjadi  waktu liburan dan mengumpulkan ilmu bagi ku, tapi semua keadaan berbalik menertawakan kebodohan ku.
Sepulang nya aku  ke Medan, aku hanya ingin sendiri, fokus dengan diri ku sendiri dan hidupku, tanpa bayang-bayang freddy dan juga Frans (suamiku), aku membuang semua kenangan ku dengan Freddy sampi nomor ponsel nya ku hapus, dan aku  pun mengganti nomor. Tapi di sela kekosongan waktu ku, Frans tetap berusaha masuk ke dalam hidupku dengan segala kesabaran dan perhatian nya, aku berfikir mungkin  memang dia lah  pilihan  terbaik yang Tuhan berikan untuk ku.
            Seiring waktu, aku pun menerima lamaran Frans, dia yang sudah memperjuangkan aku, dari semua masalah ku, dari keengganan keluarga nya menerima ku kembali atas kesalahan ku yang lalu. Pasti sangat tidak adil jika aku mengabaikan semua perjuangan nya, walau hati masih ragu tapi tetapkan untuk memilih.
            Persiapan pernikahan untuk kedua kalinya pun terlaksana, aku tidak tau apa yang aku rasakan, aku hanya pasrah dengan Tuhan, baru ku sadar sebagaimanapun  kita berjuang jika memang tidak di jodohkan Tuhan selamanya aku tidak bisa bersama Freddy, begitu juga sebaliknya aku dengan Frans.
Jelang beberapa hari resepsi pernikahan, aku jatuh sakit tidak tau apa penyebabnya, yang pasti  hati ku  merasakan hal yang tidak nyaman. Aku pun merawat diri sendiri di rumah, sambil memandang infuse yang terus menetes, aku memikirkan hal-hal yang pernah terjadi dengan Freddy, aku pun berfikir untuk menelfon nya, walau  nomor nya di hapus dari kontak Hp ku, aku lupa bahwa aku hafal nomor Hp nya.
            Seperti tersambar petir, hati ini langsung tersentak mendengar suaranya. Awalnya aku tidak ingin bersuara, tapi tanpa berbicara Freddy tau bahwa aku yang menelfon. Pembicaraan kami langsung panjang, dia marah dan kecewa kenapa dulu aku langsung menghilang tanpa mau mendengar penjelasannya.
            “aku akan menikah hari Minggu ini, mungkin ini ketetapan Tuhan”  ucapku, ketika dia sudah menjelaskan semua permasalahan yang lalu. Dan ternyata Freddy benar-benar berusaha meninggalkan  pacarnya ketika aku hilang, dia berusaha mencari tau  tentang aku tapi tidak juga dapat, dan sekarang dia sendiri.
“Baik, aku akan ke Medan, Kamu persiapkan semua baju kamu, bawa apa pun kebutuhan yang menurut kamu perlu, kita menikah di Jakarta, setelah menikah kita kembali ke Medan untuk beritau semua keluarga, aku tunggu kamu hari rabu di bandara dari penerbangan awal sampai penerbangan akhir, aku tetap nunggu, aku  gak  mau  ini jadi kesalahan untuk kesekian kali” Jelas Freddy dengan tegas.
“Aku akan fikirkan lagi” tanpa sadar aku menjawab dengan jawaban menggantung, bahkan aku tidak sadar, seharusnya aku menjawab “TIDAK MUNGKIN atau MUSTAHIL, karena pernikahan ku tinggal seminggu lagi.
Aku tidak tau apa yang harus aku fikirkan, ini hari selasa dan besok Rabu  Freddy akan menjemputku, rasanya aku  mau  mati dengan keadaan ini, keadaan yang memaksa ku untuk tidak bisa melakukan apa-apa, tapi pasrah juga membuatku tambah sakit.
            Dengan sadar aku melepas infus ku dan mengambil koper serta menyusun baju-baju yang memang di butuhkan untuk pernikahan, aku tidak tau apa yang akan terjadi, tapi yang aku tau aku merasakan kebahagiaan dan semangat ketika Freddy kembali ke sisiku. Aku ingin berjuang untuk yang terakhir kali setelah aku kalah dari kebodohanku karena dulu melarikan diri dari Freddy, membiarkan Frans tetap masuk dalam hidupku walau hatiku ku menolak, dan sekarang aku harus mengambil keputusan.
Jam menunjukan pukul 13:00, aku harus meninggalkan rumah secepatnya dan tinggal di tempat lain sampai besok, karena biasanya  Frans akan berkunjung ke rumah sore atau malam. Pakaian sudah siap, begitu juga aku yang sedang duduk dan menenangkan diri dengan kondisi tubuh yang masih lemah untuk berfikir bahwa yang aku  lakukan saat  ini, adalah perjuangan ku terakhir untuk mengikuti apa yang aku rasakan.
            Tapi tiba-tiba di tengah aku berfikir, terdengar suara mobil datang, hati ku mulai tidak karuan, dan tidak ku sangka bahwa Frans sudah ada di depan rumah.
            “Tumben datang siang-siang ?” Tanya ku dengan nada datar dan sedikit lemas.
“Mau bawain makan siang aja, sekalian  nyampein pesan mama, kalo baiknya, mulai malam ini kamu  tinggal dirumah aja, kalo sendiri disini bakal tambah repot kalo kamu gak sembuh-sembuh, siapkan aja apa yang perlu, biar gak bolak-balik nanti waktu  pulang ke tempat kamu” ucap Frans dengan sejels-jelasnya, dan  ini merupakan penjelasan yang paling sulit aku mengerti.
            “oh.. iya, aku siapin dulu” aku pun semakin ingin pingsan rasanya, linglung, ingin lari, ingin berteriak pada Tuhan.
“AKU HARUS BAGAIMANA ……!!!!!!, Tuhan  hati ku tidak pernah ada di jalan ini “Tuhan, !!!!!! Kalo aku bisa menjerit saat ini aku pasti menjerit, kenapa semua ini, apa memang ini jalan nya. Aku Cuma  minta untuk bisa merelakan semua, dan semoga hati ini bisa berubah ” !!!!” do`a ku dalam hati, dan rasanya ingin marah dengan Tuhan tapi tidak mungkin.   
Dan akhirnya aku  mengeluarkan koper yang sama  sesuai apa yang sudah di persiapkan, tapi dengan tujuan yang berbeda. Dalam perjalanan pun aku hanya tertidur dan menahan tangis di hati, mungkin Frans menyangka aku diam karena sakit, tapi dia tidak tau bahwa hati ini lah yang paling merasa sakit untuk mempertanggung jawabkan semua kesalahan ku.
Seandainya saat ini Frans bertanya “apakah kamu bahagia akan menikah dengan aku” pasti aku langsung menjawab “maaf, tidak. Maaf sekali, tapi aku tidak bisa membohongi perasaan ku” dan jika dia relakan aku pergi, itu lah kebahagiaan ku terbesar.
Tapi Frans tidak demikian, dia memperjuangkan sampai detik ini, tanpa memperdulikan dan mempertanyakan apa yang di perjuangkannya. Dan memang kesalahan ku memberi harapan untuk semua perjuangan itu.
Aku kembali hilang kontak dengan Freddy, aku tidak tau dia datang menjemput atau tidak, yang pasti di hari pernikahan aku berusaha untuk tidak memikirkan nya dan tetap tersenyum. Melihat semua orang tersenyum bahagia, terutama Frans suamiku, yang paling terlihat kebahagiaan di wajahnya.
Setelah  hari pernikahan, aku minta izin untuk tetap tinggal di rumah orang tua ku beberapa harim dan Frans kembali ke Medan sendiri.  Beberapa hari aku dirumah, aku tidak ingin ada bayangan  tentang Freddy, aku hanya konsentrasi bagaimana mulai menata hati untuk menjadi isri yang baik. Dan tiba-tiba aku kedatangan tamu saat aku duduk santai di depan rumah.
            “Bagaimana kabar yang sudah menikah?” terdengar suara Freddy membuyarkan lamunanku.
“hei,, kamu Fred, dari mana aja kamu!!!” sapa ku, menutupi kegugupan ku.
Dan sore itu pun, kami mengobrol panjang, mengutarakan apa yang selama ini tertahan, walau tidak ada lagi yang bisa di harapkan dan tidak perlu juga disesali, kami tidak ingin semua tertahan di dalam hati dan bisa  menjadi.penyakit dalam hati.
            “Mungkin ini ketetapan Tuhan. Tapi ada hal yang perlu kamu tau” ucap Freddy serius.
“hal apa? Udah langsung aja lha” desak ku penasaran.
  “Yang paling aku  rugikan, waktu aku pulang jemput ke Medan,  aku jadi bolos kerja padahal lagi ada proyek  besar di kantor, dan bos ku marah-marah aku jadi di pecat, & waktu aku pulang harga tiket pesawat lagi melunjak naik, malah yang  mau di jemput udah pigi kawin dengan orang lain. Rugi besar lho aku lin gara-gara mu!” Ujar Freddy dengan nada ringan bercanda, walau aku tau itu lah memang kenyataannya.
“hahahahaha, itu resiko mu. Yang pasti sekarang jangan ada yang nyimpan harapan lagi, karena berharap untuk saat ini, sama aja berharap untuk kematian pasangan kita” jelas ku untuk menutup obrolan tentang hubungan kami.
Dan hari itu juga, kami berusaha untuk konsisten dengan pilihan kami, yang lebih tepat nya untuk pasrah dengan takdir Tuhan, walau dalam hati masih tersimpan tanda tanya.  Dan sampai sekarang aku masih belum mengerti kenapa Tuhan tidak membantuku untuk mengalihkan perasaan  ini pada masa lalukku, dan  nyatanya aku harus berada pada koridor yang Dia tetapkan, bahkan aku benar-benar tidak bisa lari.
Sudah sebelas tahun aku hidup dengan suamiku dan berusaha mencintai nya berusaha untuk tidak mengingat siapa dan apa yang ada di masa lalu. Tapi hati benar-benar tidak bisa menipu,, bahwa Freddy masih ada di hatiku. Suami ku yang selalu ada untuk ku, yang selalu mengalah ketika ego ku mulai berkuasa, dia memang sosok  suami yang tegas dan berkomitmen, tapi sikap mengalahnya cenderung menutupi semua keegoisanku.
Lama aku berkhayal tentang masa lalu ku,  jam menunjukan pukul 22:40, anak-anak sudah  tidur. Dan aku  pun  mulai mengantuk, awal nya aku bersiap untuk segera tidur, tapi aku mencoba untuk menghubungi suamiku dan nomor nya tidak aktif. Hingga aku berusaha menghubungi kembali sampai tangah malam, dan akhirnya aku tetidur.
Jam 4 pagi aku di bangunkan oleh Nae  anak kedua ku yang masih berusi 4 tahun. “ma, Nae bobo` dengan papa y” bujuk Nae yang masuk ke kamarku dan langsung mendekati tempat tidur.
Tapi ketika dia lihat bahwa aku sendiri “lho.. papa belum pulang ya ma?” dia pun tetap tidur di samping ku.
“belum sayang, sini Nae tidur dengan  mama aja, papa belum pulang, besok pasti pulang, kata papa mau  nginap tempat temen nya dulu, sekarang kita tidur lagi ya” sambil memeluk Nae, aku pun mencoba tidur lagi, dan sekilas aku  memikirkan suami ku, kemana dia, apa dia marah, baru kali ini dia pergi lama tanpa kabar, mungkin dia perlu waktu sendiri, aku pun berfikir tenang walau tersirat di hati perasaan khawatir.
Pukul 06:15 aku dibangunkan oleh bunyi telfon. Aku pun langsung tersentak bangun, dan langsung mengangkat telfon. Aku kira aku masih di dalam mimpi mendengar bahwa pihak Rumah Sakit umum menghubungi  karena suamiku kecelakaan.
Tapi suara tangis Nae karena mimpi buruk, menyadarkan aku bahwa aku sudah bangun dan sekarang berada dalam kehidupan  nyata,  ini semua bukan mimpi. Aku pun kembali bertanya dengan pihak RS untuk informasi yang lebih lengkap.
 Bagaikan di lempar petasan di telinga, saat aku mendengar semua ini. Aku pun kembali ke kamar menenangkan Nae dan  membangunkan Ray anak sulung ku yang berusia 9 tahun, untuk menjaga adik nya dan tetap tinggal di rumah.
Aku tidak mengatakan terlebih dahulu pada anak-anak apa yang terjadi, aku langsung bersiap ke RS, dan menelfon adik ipar ku untuk  menjaga anak-anak di rumah dan beritau keluarga apa yang terjadi. Sesampai nya di RS, aku hanya berusaha menguatkan diri untuk apa yang akan aku lihat.
“saya istri pak Frans” aku pun langsung mendekati perawat yang bertugas disitu.
 “silahkan bu, di sini, Pak Frans korban kecelakaan lalu lintas, pada pukul 01:00 dini hari di daerah padang bulan, tapi karena  lama di identifikasi kasus  kecelakaannya penangananya juga sedikit terlambat, dan kini masih di tangani dokter mungkin sebentar lagi tau hasil pemeriksaannya” jelas perawat.
 “Terima kasih sus” jawab ku singkat.
            Aku juga di pertemukan dengan beberapa polisi untuk minta informasi lengkap bagaimana kronologi kecelakaannya, dan untuk  memberi keterangan keluarga.  Dan  akhirnya  aku tau, Frans pulang dari rumah sahabatnya, dan aku tau karena dulu pernah di ajaknya kesana.  Karena  sudah terlalu  malam dia mengemudi dengan kecepatan tinggi dan akhirnya mobilnya tidak terkendali dan meluncur ke luar jalur.
Beberapa saat kemudian aku di pertemukan dengan dokter, dan di izinkan untuk melihat suamiku. Ingin menjerit rasa nya ketika dokter harus mendiagnosa bahwa suamiku Koma karena benturan yang kuat menimbulkan pembekuan darah yang sangat hebat di kepalanya. Aku melihat suamiku terbaring di ruangan ICU dengan berbagai macam selang dan perban di tubuhnya, betapa tidak berdaya dia sekarang.
Aku langsung teringat  terakhir melihat wajah nya yang sehat, ketika dia memaksa ku untuk sarapan, aku teringat ketika  Nae anak ku tidak bisa tidur mengingat papa nya yang belum pulang, dan sampai menjadi mimpi buruk. Begitu kuatnya kontak batin mereka, tapi aku tidak peka dengan apapun yang terjadi padanya, bahkan rasa khawatir yag hadir di hatipun aku abaikan.
“Tuhan,,,,  terbuat dari apa hati ku ini ? hingga harus terjadi seperti ini untuk menyadarkan kerasnya hati ku. Apa ini masih peringatan agar aku harus bisa berubah setelah  suamiku kembali sehat ? atau sudah menjadi  ganjaran, yang  keadaannya  tidak mengizinkan aku untuk bersama suami ku lagi?” Aku bertanya pada Tuhan, dalam  isak tangis sambil memandangi suamiku.
Apa selama ini aku berada di atas awan, dan tidak menyadari bahwa kabut bisa saja datang, bahkan petir bisa juga menyambarku, karena sampai saat ini aku masih merasa bahwa suamiku tidak akan meninggalkan ku karena perasaan cintanya yang sudah mendarah daging. Tapi ego ku selalu menutupi, ego yang meraja dalam diri dan tidak pernah mampu aku kuasai. Dan sekarang kabut itu datang bersamaan dengan petir untuk melemparkan ku dari atas awan, dan meruntuhkan keegoisanku selama ini.
 Andai belum terlambat, aku ingin berusaha berjalan di koridor yang Tuhan tetapkan dari awal  karena yang berjalan selama  ini hanyalah jasad ku, tidak ada hati, tidak ada perasaan ku di sana. Aku berusaha untuk tidak lemah, tapi aku sadar bahwa semua ini memang membuat aku lemah.
Harus nya aku yang berjuang untuk mempertanggung jawabkan semua harapan yang telah ku beri untuk dia yang selama dia memperjuangkan cintanya untuk ku. Tapi nyata nya, aku  mempertahankan dan  merawat perasaan ku untuk bayangan masa lalu, yang harus nya aku relakan semua itu pergi, aku bahkan membiarkan diriku tenggelam dalam bayangan Freddy.
“Tuhan, betapa tidak adilnya aku membuat semua ini, padahal jelas bahwa Frans lelaki terbaik yang Kau kirimkan untuk menemani hidup ku, untuk menjadi papa dari anak-anaku, dan aku memungkiri ketetapan Mu, aku berjalan melawan arus dengan menyesali hal-hal yang lalu, dengan tidak merelakan  kesalahan masa lalu ku, dengan tidak bertanggung jawab dengan pilihan ku.
Saat  ini  aku  ingin berusaha,  ketika sekarang aku  sangat merasa takut jika suami ku benar-benar meninggalkan ku. Aku hanya bisa berdoa saat ini dan menunggu, bahwa ini bukan sekedar  perasaan butuh  tapi juga perasaan sadar yang aku  harap ini menandakan bahwa memang ada cinta di hati ku untuk Frans suamiku untuk Frans Lelaki terbaik dari Tuhan untukku.
________oo________

KORIDOR CINTA DARI TUHAN

Aku menyesali kelemahan ku, Karena melepaskan harapankku
Aku menyesali kekurangan ku,
Karena menghindari tanggung jawab atas pilihan ku
Tuhan, banyak koridor di sana, Aku harus kemana?
Tuhan membiarkan hatiku memilih
Aku keliru, dan tidak yakin tapi tetap memilih
Tuhan, aku salah memilih, aku harus bagaimana ?
Tuhan membiarkan aku tetap berjalan pada koridor yang ku pilih
Aku berjalan lemah dan ingin berbalik memutar arah
Tuhan, aku ingin lari dari semua ini.
Tuhan tidak mengizinkan ku lari dari tanggung jawab

Dan akhir nya aku sadar, Bahwa aku yang salah
Kesalahan ku untuk tidak bersabar
dan bertahan dari apa yang aku rasakan
Kesalahan ku karena gegabah dalam memilih
Kesalahan ku karena semena-mena lari dari tanggung jawab.
Kesealahan ku untuk tidak berusaha dan yakin
bahwa apa pun yang terjadi inilah koridor yang Tuhan tetapkan agar aku terus berjalan
dan kesalahan ku terbesar ketika aku berusaha keras berjalan berlawana arah,
tanpa menyadari selalu ada kebahagiaan di setiap koridor yang Tuhan ciptakan
jika aku mampu membuka ruang hati ku untuk ikhlas dan mengalahkan keegoisan ku.
___ooo___


The True Story Of Mrs. Mln .S
 Created By : M. A Sofyrah